Page 116 - Kretek Pusaka Nusantara
P. 116
KRETEK Pusaka Nusantara
lahan yang ditanami tembakau itu menghasilkan 6 kerajang sudah pasti
menghasilnya sekitar 15 juta Rupiah setahunnya dan palawija dan sayuran
hanya sebagai penghasilan tambahan/ sampingan. Kalau dari hasil tembakau
ini bila dibandingkan dengan hasil berjualan singkong, tanaman kacangan-
kacangan atau kol sangat tidak sebanding.
Dalam kalimat yang lain Muladi juga sependapat dengan Suroto,
bahwa menanam tembakau secara ekonomis lebih menguntungkan. Oleh
karena itu, dijadikan tanaman andalan petani di Temanggung terutama di
kawasan 3 Gunung dan dataran tinggi, juga di daerah Wonosobo. Dalam
bahasa Jawa Temanggung, Muladi mengistilahkan hasil menaman tembakau
sebagai hasil ‘sandungan’ bagi petani. Maksud dari hasil “sandungan’ yaitu
bertani tembakau menjadi tumpuan harapan petani untuk mendapatkan hasil
besar melebihi dari target dari bertani jenis tanaman lain. Muladi sebagai
petani tembakau lahan persawahan memberikan ilustrasi, bila dibandingkan
penghasilan menanam tembakau adalah 3 kali lipat lebih banyak dari hasil
menanam padi, kalau menemui saat yang baik harga tembakau tinggi dan
tidak ada permasalahan penentuan harga yang bermasalah dari para pelaku
perdagangan tembakau. Secara ekonomis yang mendatangkan hasil yang
tinggi inilah yang juga menjadii alasan Muladi memilih menanam tembakau,
selain juga alasan bahwa di daerah Temanggung di kawasan Gunung
Sindoro-Sumbing-Perahu menanam tembakau sudah mentradisi lama dan
sudah menjadi kultur agrobisnis yang berusia tak kurang dari 2 abad di
masyarakat. Suratman senada dengan Muladi menyatakan alasan utamanya
bertani tembakau karena menjalani tradisi dan kultur bertani produksi
tembakau, selain juga alasan ekonomis yang menurutnya kalau cuaca
mendukung hasil bertani tembakau lebih bisa diandalkan bila dibandingkan
dengan menanam palawija.
Suroso secara lebih jelas menyatakan bahwa bertani tembakau sudah
menjadi tradisi sejak nenek moyangnya. Selain itu, menurutnya dalam
keluarga besarnya banyak yang berhasil menempuh jenjang pendidikan
tinggi, hingga menjadi sarjana, karena ditopang dari penghasilan bertani
tembakau. Masih menurut Suroso untuk masyarakat di daerah Temanggung
dan Wonosobo penghasilan terbesarnya dari hasil bertani tembakau. Tak
luput dia pun memberikan ilustrasi, dia pernah menanam Lombok TM seluas
5 Ha, hasilnya memang besar, tetapi menurutnya menanam Lombok itu
107
lahan yang ditanami tembakau itu menghasilkan 6 kerajang sudah pasti
menghasilnya sekitar 15 juta Rupiah setahunnya dan palawija dan sayuran
hanya sebagai penghasilan tambahan/ sampingan. Kalau dari hasil tembakau
ini bila dibandingkan dengan hasil berjualan singkong, tanaman kacangan-
kacangan atau kol sangat tidak sebanding.
Dalam kalimat yang lain Muladi juga sependapat dengan Suroto,
bahwa menanam tembakau secara ekonomis lebih menguntungkan. Oleh
karena itu, dijadikan tanaman andalan petani di Temanggung terutama di
kawasan 3 Gunung dan dataran tinggi, juga di daerah Wonosobo. Dalam
bahasa Jawa Temanggung, Muladi mengistilahkan hasil menaman tembakau
sebagai hasil ‘sandungan’ bagi petani. Maksud dari hasil “sandungan’ yaitu
bertani tembakau menjadi tumpuan harapan petani untuk mendapatkan hasil
besar melebihi dari target dari bertani jenis tanaman lain. Muladi sebagai
petani tembakau lahan persawahan memberikan ilustrasi, bila dibandingkan
penghasilan menanam tembakau adalah 3 kali lipat lebih banyak dari hasil
menanam padi, kalau menemui saat yang baik harga tembakau tinggi dan
tidak ada permasalahan penentuan harga yang bermasalah dari para pelaku
perdagangan tembakau. Secara ekonomis yang mendatangkan hasil yang
tinggi inilah yang juga menjadii alasan Muladi memilih menanam tembakau,
selain juga alasan bahwa di daerah Temanggung di kawasan Gunung
Sindoro-Sumbing-Perahu menanam tembakau sudah mentradisi lama dan
sudah menjadi kultur agrobisnis yang berusia tak kurang dari 2 abad di
masyarakat. Suratman senada dengan Muladi menyatakan alasan utamanya
bertani tembakau karena menjalani tradisi dan kultur bertani produksi
tembakau, selain juga alasan ekonomis yang menurutnya kalau cuaca
mendukung hasil bertani tembakau lebih bisa diandalkan bila dibandingkan
dengan menanam palawija.
Suroso secara lebih jelas menyatakan bahwa bertani tembakau sudah
menjadi tradisi sejak nenek moyangnya. Selain itu, menurutnya dalam
keluarga besarnya banyak yang berhasil menempuh jenjang pendidikan
tinggi, hingga menjadi sarjana, karena ditopang dari penghasilan bertani
tembakau. Masih menurut Suroso untuk masyarakat di daerah Temanggung
dan Wonosobo penghasilan terbesarnya dari hasil bertani tembakau. Tak
luput dia pun memberikan ilustrasi, dia pernah menanam Lombok TM seluas
5 Ha, hasilnya memang besar, tetapi menurutnya menanam Lombok itu
107

