Page 102 - Ironi Cukai Tembakau
P. 102
erampilan untuk pekerja industri rokok agar tidak tergantung
kepada industri. Dalihnya, regulasi rokok tentang penurunan tar dan
nikotin yang ketat akan berpengaruh terhadap penurunan omset,
dan mengarah kepada pemutusan hubungan kerja. Para buruh
pun dibekali keterampilan lain, seperti tata boga atau menjahit.
Pelaksanaannya berkoordinasi dengan pabrik rokok, bahkan ada
yang dilakukan di dalam pabrik.89 Persatuan Perusahaan Rokok
Kudus (PPRK) --sebagai asosiasi perusahaan rokok setempat--
menyatakan pada awalnya tidak mengetahui kegiatan tersebut dan
tidak pernah diajak membahas rancangan programnya. Bahkan,
dalam pemanfaatan DBH-CHT ditemukan pelatihan dan pemberian
peralatan yang diberikan kepada orang yang tidak punya hubungan
dengan industri rokok sama sekali.
Dalam kenyataannya, banyak kegiatan untuk buruh pabrik
diselenggarakan oleh SKPD di dalam pabrik rokok. Hal ini tentu
berseberangan dengan kebutuhan para buruh dan industri itu
sendiri. Padahal, tingkat upah buruh pabrik rokok di Kudus
(rerata Rp 30.000 per hari) lebih tinggi dibanding upah buruh pada
usaha lain. Sehingga, kegiatan SKPD --seperti memberi pelatihan
masak, salon, menjahit, dan lain-lain-- menjelma menjadi ritual
tanpa makna. Selain itu, pelatihan yang dilakukan di dalam pabrik
rokok tentu memancing ketersinggungan pihak pabrik yang
menganggapnya kurang etis. Sesungguhnya keadaan tersebut sudah
diketahui oleh SKPD pelaksana pemanfaatan DBH-CHT.90 Beberapa
pelaksana kegiatan pun mengakui agak sulit untuk melaksanakan
tanggungjawab mereka.91
89 Wawancara Gunadi, Kepala Bidang (KABID) Ekonomi BAPPEDA Kudus, 2
Maret 2013.
90 Selain pelatihan juga dibekali peralatan masak dan peralatan menjahit.
.
91 Wawancara Gunadi, Kepala Bidang (KABID) Ekonomi BAPPEDA Kudus, 2
Maret 2013.
84 | IRONI CUKAI TEMBAKAU
kepada industri. Dalihnya, regulasi rokok tentang penurunan tar dan
nikotin yang ketat akan berpengaruh terhadap penurunan omset,
dan mengarah kepada pemutusan hubungan kerja. Para buruh
pun dibekali keterampilan lain, seperti tata boga atau menjahit.
Pelaksanaannya berkoordinasi dengan pabrik rokok, bahkan ada
yang dilakukan di dalam pabrik.89 Persatuan Perusahaan Rokok
Kudus (PPRK) --sebagai asosiasi perusahaan rokok setempat--
menyatakan pada awalnya tidak mengetahui kegiatan tersebut dan
tidak pernah diajak membahas rancangan programnya. Bahkan,
dalam pemanfaatan DBH-CHT ditemukan pelatihan dan pemberian
peralatan yang diberikan kepada orang yang tidak punya hubungan
dengan industri rokok sama sekali.
Dalam kenyataannya, banyak kegiatan untuk buruh pabrik
diselenggarakan oleh SKPD di dalam pabrik rokok. Hal ini tentu
berseberangan dengan kebutuhan para buruh dan industri itu
sendiri. Padahal, tingkat upah buruh pabrik rokok di Kudus
(rerata Rp 30.000 per hari) lebih tinggi dibanding upah buruh pada
usaha lain. Sehingga, kegiatan SKPD --seperti memberi pelatihan
masak, salon, menjahit, dan lain-lain-- menjelma menjadi ritual
tanpa makna. Selain itu, pelatihan yang dilakukan di dalam pabrik
rokok tentu memancing ketersinggungan pihak pabrik yang
menganggapnya kurang etis. Sesungguhnya keadaan tersebut sudah
diketahui oleh SKPD pelaksana pemanfaatan DBH-CHT.90 Beberapa
pelaksana kegiatan pun mengakui agak sulit untuk melaksanakan
tanggungjawab mereka.91
89 Wawancara Gunadi, Kepala Bidang (KABID) Ekonomi BAPPEDA Kudus, 2
Maret 2013.
90 Selain pelatihan juga dibekali peralatan masak dan peralatan menjahit.
91 Wawancara Gunadi, Kepala Bidang (KABID) Ekonomi BAPPEDA Kudus, 2
Maret 2013.
84 | IRONI CUKAI TEMBAKAU

