Page 104 - Kretek Pusaka Nusantara
P. 104
KRETEK Pusaka Nusantara
sama pemerintah. Saya orangnya bebas, mau larang silahkan, pasrah saja,“
akunya. Karena tak merokok ia mengaku tak punya gangguan kesehatan
karena rokok. Pun, tak ada beban keuangan untuk konsumsi rokok.
“Saya tiap minggu kedua tutup khusus buat olahraga, di alun-alun,
muter. Jalan-jalan saja, alun-alun kan besar. Di alun-alun Majalengka
jalan, banyak orang dagang. Keliling jalan sembilan kali berkeringat.”
Lelaki yang belum memiliki keturunan itu memberikan contoh
beberapa negara tetangga semisal Malaysia dan Singapura yang cukup ketat
membuat aturan tentang merokok. Ia menuturkan jika kedua negara itu
benar-benar melindungi kepentingan warga negara dengn memberikan ruang
khusus untuk merokok. Pemerintah Malaysia bisa langsung menjebloskan
seseorang ke dalam penjara ketika ia merokok di tempat umum, terutama
saat bulan puasa. Selain itu, aturan larangan merokok supaya efektif bisa
diinformasikan melalui gambar, bukan sekadar tulisan. Namun, terlepas dari
hal itu, Irawan tetap menjual rokok sebagai pelengkap saja.
Kami berdua nampaknya cukup beruntung, dalam satu hari bisa
mendapatkan informasi soal rokok kretek dari petani tembakau dan para
pedagang. Akhirnya setelah selesai melakukan wawancara dengan Irawan,
kami berdua memutuskan untuk pulang. Hari mulai gelap. Hujan agaknya
turun cukup deras di hari pertama kerja lapangan.
Jumat (08/02), sesuai dengan rencana awal, Kang Sukara akan
menjadi salah satu responden kategori pengecer rokok di Sumedang.
Sebenarnya pada hari Jumat, kami akan bertandang ke beberapa desa di
Kecamatan Tanjungsari, tempat para buruh pengerajin tembakau Mole.
Kang Sukara nampak siap menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian.
Sejenak kami berdua duduk di teras depan rumahnya.
Kang Kara memulai usaha toko kelontong, menjadi pengecer rokok,
sedari pertengahan 2006. Awalnya untuk pengembangan usaha saja,
penambah penghasilan hidup. Meski tak lagi merokok, Kang Kara menilai
rokok kretek sebagai bagian dari tradisi masyarakat. Hal itu ditunjukkan di
dalam berbagai upacara adat ataupun hajatan yang menjadi ritual hidup
masyarakat.
Ia mencontohkan misalnya di sebuah hajatan pernikahan, rokok
menjadi syarat bagi para pekerja yang membantu hajatan. “Kalau tak dikasih
rokok bilangnya bisa lain-lain,” tegasnya. Saat ditanya jika rokok kretek
95
sama pemerintah. Saya orangnya bebas, mau larang silahkan, pasrah saja,“
akunya. Karena tak merokok ia mengaku tak punya gangguan kesehatan
karena rokok. Pun, tak ada beban keuangan untuk konsumsi rokok.
“Saya tiap minggu kedua tutup khusus buat olahraga, di alun-alun,
muter. Jalan-jalan saja, alun-alun kan besar. Di alun-alun Majalengka
jalan, banyak orang dagang. Keliling jalan sembilan kali berkeringat.”
Lelaki yang belum memiliki keturunan itu memberikan contoh
beberapa negara tetangga semisal Malaysia dan Singapura yang cukup ketat
membuat aturan tentang merokok. Ia menuturkan jika kedua negara itu
benar-benar melindungi kepentingan warga negara dengn memberikan ruang
khusus untuk merokok. Pemerintah Malaysia bisa langsung menjebloskan
seseorang ke dalam penjara ketika ia merokok di tempat umum, terutama
saat bulan puasa. Selain itu, aturan larangan merokok supaya efektif bisa
diinformasikan melalui gambar, bukan sekadar tulisan. Namun, terlepas dari
hal itu, Irawan tetap menjual rokok sebagai pelengkap saja.
Kami berdua nampaknya cukup beruntung, dalam satu hari bisa
mendapatkan informasi soal rokok kretek dari petani tembakau dan para
pedagang. Akhirnya setelah selesai melakukan wawancara dengan Irawan,
kami berdua memutuskan untuk pulang. Hari mulai gelap. Hujan agaknya
turun cukup deras di hari pertama kerja lapangan.
Jumat (08/02), sesuai dengan rencana awal, Kang Sukara akan
menjadi salah satu responden kategori pengecer rokok di Sumedang.
Sebenarnya pada hari Jumat, kami akan bertandang ke beberapa desa di
Kecamatan Tanjungsari, tempat para buruh pengerajin tembakau Mole.
Kang Sukara nampak siap menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian.
Sejenak kami berdua duduk di teras depan rumahnya.
Kang Kara memulai usaha toko kelontong, menjadi pengecer rokok,
sedari pertengahan 2006. Awalnya untuk pengembangan usaha saja,
penambah penghasilan hidup. Meski tak lagi merokok, Kang Kara menilai
rokok kretek sebagai bagian dari tradisi masyarakat. Hal itu ditunjukkan di
dalam berbagai upacara adat ataupun hajatan yang menjadi ritual hidup
masyarakat.
Ia mencontohkan misalnya di sebuah hajatan pernikahan, rokok
menjadi syarat bagi para pekerja yang membantu hajatan. “Kalau tak dikasih
rokok bilangnya bisa lain-lain,” tegasnya. Saat ditanya jika rokok kretek
95

