Page 48 - Kretek Pusaka Nusantara
P. 48
KRETEK Pusaka Nusantara
dioplos pada tembakau. Sehingga saat dihisap, asapnya sampai masuk ke
dalam paru-paru.
Hasilnya menggembirakan, penyakit dada Haji Jamahri menjadi
sembuh. Informasi terapi asap tembakau dicampur cengkeh tersebut, segera
menyebar di sekitaran Kudus. Para tetangga dan kerabat beramai-ramai ingin
mencoba rokok mujarab yang menyembuhkan itu, sehingga sebuah
perusahaan rokok kecil harus didirikan Haji Jamahri.
Haji Jamahri meninggal pada tahun 1890. Tahun meninggalnya beliau
bisa menjadi ancer-ancer kapan kira-kira industri rokok di Kudus dimulai,
perhitungan yang paling moderat adalah sekitar sepuluh tahun sebelum
wafatnya Haji Jamahri, yaitu sekitar tahun 1880.
Nama yang juga melegenda bagi tradisi kretek di Kudus adalah Niti
Semito, yang juga berkiprah di Kudus di awal abad XX. Sebelum terjun
dalam usaha kretek, Niti Semito sempat mencoba berdagang minyak kelapa,
kemudian pernah pula berdagang kerbau. Tetapi rupanya peruntungannya
adal di bidang kretek.
Jadilah Niti Semito merintis usaha rokok berbungkus klobot (bukan
kretek) dengan merk “Kodok Mangan Ula” (kodok makan ular). Karena
dirasa nama yang aneh, dicarilah merk baru, yang secara instan dibuatlah
logo “tiga lingkaran” pada bungkus rokok klobot produksinya.
Rupanya logo “tiga lingkaran” tersebut mendapat sambutan baik dari
konsumen. Para penikmat kretek produksi Niti Semito secara beragam
menyebut logo baru tersebut dengan “Tiga Lingkaran”, ada yang menyebut
“Tiga Bola”, atau “Bal Tiga”. Sejarah kemudian mencatat, yang paling
terkenal adalah sebutan Bal Tiga. Dengan merek Bal Tiga ini pulalah Niti
Semito mendapat izin resmi dari Pemerintah Hindia-Belanda atas usaha
rokoknya.
Baru pada tahun 1909, Niti Semito memulai produksi kretek, yang
produk awalnya dilempar ke pasar tanpa bungkus. Produk awal ini dikemas
dalam bentuk ikatan, dengan harga 2,5 sen per ikat (25 batang ukuran kecil),
dan 3 sen (25 batang ukuran besar). Setelah mendapat sambutan positif di
konsumen, barulah kretek produksinya diberi merek “Soempil”, lalu diganti
merek “Djeruk”, kemudian diganti lagi dengan mengunduh namanya “M
Niti Semito”. Namun apa pun mereknya, logo Bal Tiga tetap tertera dalam
kemasan rokok kreteknya.
39
dioplos pada tembakau. Sehingga saat dihisap, asapnya sampai masuk ke
dalam paru-paru.
Hasilnya menggembirakan, penyakit dada Haji Jamahri menjadi
sembuh. Informasi terapi asap tembakau dicampur cengkeh tersebut, segera
menyebar di sekitaran Kudus. Para tetangga dan kerabat beramai-ramai ingin
mencoba rokok mujarab yang menyembuhkan itu, sehingga sebuah
perusahaan rokok kecil harus didirikan Haji Jamahri.
Haji Jamahri meninggal pada tahun 1890. Tahun meninggalnya beliau
bisa menjadi ancer-ancer kapan kira-kira industri rokok di Kudus dimulai,
perhitungan yang paling moderat adalah sekitar sepuluh tahun sebelum
wafatnya Haji Jamahri, yaitu sekitar tahun 1880.
Nama yang juga melegenda bagi tradisi kretek di Kudus adalah Niti
Semito, yang juga berkiprah di Kudus di awal abad XX. Sebelum terjun
dalam usaha kretek, Niti Semito sempat mencoba berdagang minyak kelapa,
kemudian pernah pula berdagang kerbau. Tetapi rupanya peruntungannya
adal di bidang kretek.
Jadilah Niti Semito merintis usaha rokok berbungkus klobot (bukan
kretek) dengan merk “Kodok Mangan Ula” (kodok makan ular). Karena
dirasa nama yang aneh, dicarilah merk baru, yang secara instan dibuatlah
logo “tiga lingkaran” pada bungkus rokok klobot produksinya.
Rupanya logo “tiga lingkaran” tersebut mendapat sambutan baik dari
konsumen. Para penikmat kretek produksi Niti Semito secara beragam
menyebut logo baru tersebut dengan “Tiga Lingkaran”, ada yang menyebut
“Tiga Bola”, atau “Bal Tiga”. Sejarah kemudian mencatat, yang paling
terkenal adalah sebutan Bal Tiga. Dengan merek Bal Tiga ini pulalah Niti
Semito mendapat izin resmi dari Pemerintah Hindia-Belanda atas usaha
rokoknya.
Baru pada tahun 1909, Niti Semito memulai produksi kretek, yang
produk awalnya dilempar ke pasar tanpa bungkus. Produk awal ini dikemas
dalam bentuk ikatan, dengan harga 2,5 sen per ikat (25 batang ukuran kecil),
dan 3 sen (25 batang ukuran besar). Setelah mendapat sambutan positif di
konsumen, barulah kretek produksinya diberi merek “Soempil”, lalu diganti
merek “Djeruk”, kemudian diganti lagi dengan mengunduh namanya “M
Niti Semito”. Namun apa pun mereknya, logo Bal Tiga tetap tertera dalam
kemasan rokok kreteknya.
39

