Page 46 - Kretek Pusaka Nusantara
P. 46
KRETEK Pusaka Nusantara
menempat-kannya pada peta dunia saat itu. Tidaklah berlebihan apabila
sementara orang menganggap sejarah rempah (cengkeh dan pala) adalah
sejarah perdagangan (The Economist).
Hingga saat ini belum ada penyanggahan bagi keyakinan seorang
pedagang Venesia bernama Nicolo Conti bahwa cengkeh berasal dari pulau
Banda dan pulau-pulau sekitarnya. Beberapa ahli botani menyatakan bahwa
cengkeh berasal dari kepulauan Maluku seperti pulau Ternate, Tidore,
Makian, Moti, Weda, Maba, Bacan hingga pulau Rote di selatan. Setelah
berhasil memukul mundur Portugis VOC memonopoli perdagangan cengkeh
dan menghasilkan keuntungan yang luar biasa besar saat itu. Begitu
strategisnya komoditi ini hingga VOC merasa perlu menempatkan markas
besarnya di Ternate selama tiga periode, yaitu pada masa jabatan gubernur
jendral Pieter Both(1610-1614), Gerard Reynst (1614-1615) hingga Dr.
Laurens Learel (1615-1619).
Monopoli dagang dan upaya pengendalian harga cengkeh oleh VOC
dilakukan dengan cara Stelsel Hongi Tocten atau pelayaran Hongi setiap
tahun mulai tahun 1625 hingga 1824, berupa extirpartie atau penghancuran
perkebunan cengkeh rakyat, kerja paksa, tanam paksa dan penyerahan hasil
perkebunan paksa. Hal inilah yang memunculkan kesadaran awal persatuan
serta perlawanan terhadap dominasi asing(baca:VOC) oleh masyarakat kaum
Muslim Hitu, pasukan desertir Kristiani Ternate di Hoamal, Seram Barat,
rakyat dan kerajaan Gowa serta bangsa pelaut Makassar. Persekutuan ini
kemungkinan memiliki jejaring dengan perlawanan yang sudah terbentuk di
Jawa, karena persekutuan tersebut dipimpin oleh Kakiali, seorang dari Hitu
yang notabene adalah salah satu murid Sunan Giri. Semangat persekutuan
ini kami anggap sebagai bukti bahwa nasionalisme nusantara sudah mulai
terbentuk sebagai kuda hitam dengan memasuki kancah pertempuran segi
tiga kekuatan dunia saat itu yaitu Portugis, Spanyol dan VOC Belanda dalam
penguasaan dunia timur. Perlawanan yang lama dan berdarah-darah
melahirkan pejuang-pejuang besar seperti Philip Latumahina, Anthony
Rebak, Said Perintah dan Pattimura alias Thomas Matulessy.
Selama hampir dua abad VOC merajai perdagangan cengkeh, hingga
keniscayaan paham liberalisme awal, melahirkan seorang Piere Poivre,
penjelajah perancis yang berhasil ‘mencuri’ bibit cengkeh dari Maluku dan
mengembang-biakkannya di Zanzibar, sebuah wilayah jajahan Perancis.
37
menempat-kannya pada peta dunia saat itu. Tidaklah berlebihan apabila
sementara orang menganggap sejarah rempah (cengkeh dan pala) adalah
sejarah perdagangan (The Economist).
Hingga saat ini belum ada penyanggahan bagi keyakinan seorang
pedagang Venesia bernama Nicolo Conti bahwa cengkeh berasal dari pulau
Banda dan pulau-pulau sekitarnya. Beberapa ahli botani menyatakan bahwa
cengkeh berasal dari kepulauan Maluku seperti pulau Ternate, Tidore,
Makian, Moti, Weda, Maba, Bacan hingga pulau Rote di selatan. Setelah
berhasil memukul mundur Portugis VOC memonopoli perdagangan cengkeh
dan menghasilkan keuntungan yang luar biasa besar saat itu. Begitu
strategisnya komoditi ini hingga VOC merasa perlu menempatkan markas
besarnya di Ternate selama tiga periode, yaitu pada masa jabatan gubernur
jendral Pieter Both(1610-1614), Gerard Reynst (1614-1615) hingga Dr.
Laurens Learel (1615-1619).
Monopoli dagang dan upaya pengendalian harga cengkeh oleh VOC
dilakukan dengan cara Stelsel Hongi Tocten atau pelayaran Hongi setiap
tahun mulai tahun 1625 hingga 1824, berupa extirpartie atau penghancuran
perkebunan cengkeh rakyat, kerja paksa, tanam paksa dan penyerahan hasil
perkebunan paksa. Hal inilah yang memunculkan kesadaran awal persatuan
serta perlawanan terhadap dominasi asing(baca:VOC) oleh masyarakat kaum
Muslim Hitu, pasukan desertir Kristiani Ternate di Hoamal, Seram Barat,
rakyat dan kerajaan Gowa serta bangsa pelaut Makassar. Persekutuan ini
kemungkinan memiliki jejaring dengan perlawanan yang sudah terbentuk di
Jawa, karena persekutuan tersebut dipimpin oleh Kakiali, seorang dari Hitu
yang notabene adalah salah satu murid Sunan Giri. Semangat persekutuan
ini kami anggap sebagai bukti bahwa nasionalisme nusantara sudah mulai
terbentuk sebagai kuda hitam dengan memasuki kancah pertempuran segi
tiga kekuatan dunia saat itu yaitu Portugis, Spanyol dan VOC Belanda dalam
penguasaan dunia timur. Perlawanan yang lama dan berdarah-darah
melahirkan pejuang-pejuang besar seperti Philip Latumahina, Anthony
Rebak, Said Perintah dan Pattimura alias Thomas Matulessy.
Selama hampir dua abad VOC merajai perdagangan cengkeh, hingga
keniscayaan paham liberalisme awal, melahirkan seorang Piere Poivre,
penjelajah perancis yang berhasil ‘mencuri’ bibit cengkeh dari Maluku dan
mengembang-biakkannya di Zanzibar, sebuah wilayah jajahan Perancis.
37

