Page 148 - Kretek Pusaka Nusantara
P. 148
KRETEK Pusaka Nusantara
B, D, C…dan seterusnya itu yang dibakukan di MDG’S, menurut saya
adalah fisik semata, Itu ukuran-ukuran yang menyesatkan. Itu bagi saya..
Apakah Itu dapat diartikan sebagai hegemoni kapitalisme global,
apakah begitu Kyai?
Iya. Kita kan memiliki ukuran-ukuran kita sendiri toh? Kenapa kita
nggak pernah memiliki kesamaan visi dari segenap stake holder untuk
menumbuhkan kearifan-kearifan lokal dan kekayaan-kekayaan lokal itu
dalam menentukan ukuran-ukuran, capaian-capaian tujuan bangsa dan
pendirian negara kebangsaan ini.
Jadi kalau menurut Kyai kita harus kembali lagi menenggok apa
tujuan dari bangsa atau pendirian negara ini ya?
Nah iya begitu itu. Kita kok malah memakai ukuran-ukuran MDG’S
yang sangat statistic, hanya berdasarkan pada angka-angka, yang bukan
merupakan ukuran-ukuran yang lebih bersemangat lokal. Namun sebaliknya
malahan memakai ukuran-ukuran Barat yang berbeda, yang basis-basis
filosofis, kultural da normanya berbeda. Misalnya kemarin kita, bebarapa
saat yang lalu itu, orang pada ribut soal naik motor duduk ngangkang itu, Di
tradisi Jawa itu sebenarnya sudah ada kok. Ibu saya dulu itu kalau memberi
nasehat kepada anak saya: “Nduk, bocah wedok iku nek lungguh dengkule
gatuk, dhak anake ndlonggop (anak perempuan itu kalau duduk lututnya
dikatupkan rapat, nanti anaknya memandang benggong)”. Padahal ya nggak
ada hubungannya antara duduk dan ndlonggop itu. Maka itu kalau orang
Jawa itu, kalau perempuan duduknya timpuh (sedeku), kalau laki-laki duduk
bersila. Hal ini kan tidak dipahami oleh aktivis-aktivis kita. Wah itu hanya
dipahami sebagai marginalisasi perempuan, wah ini nggak modern, padahal
kita punya tradisi itu. Itu lho.
Begini ya Kyai, kita kembali ke pernyataan Kyai tadi ya, bahwa
pengendalian dan pembatasan rokok kretek dan tembakau, atau suatu saat
bahkan mungkin pelarangan produksi rokok kretek dan tembakau itu, akan
berdampak pada dibunuhnya kedaulatan ekonomi rakyat ya? Nah kira-kira
apakah solusinya, yang seharusnya dijalankan pemerintah? Apakah cukup
dengan melarang petani menanam tembakau, tanpa memberikan solusi
alternatif, semisal menyediakan lapangan pekerjaan baru atau menyediakan
program penanaman komoditas pertanian baru pengganti tembakau agar
petani tidak menanam tembakau lagi? atau bagaimana Kyai?
139
B, D, C…dan seterusnya itu yang dibakukan di MDG’S, menurut saya
adalah fisik semata, Itu ukuran-ukuran yang menyesatkan. Itu bagi saya..
Apakah Itu dapat diartikan sebagai hegemoni kapitalisme global,
apakah begitu Kyai?
Iya. Kita kan memiliki ukuran-ukuran kita sendiri toh? Kenapa kita
nggak pernah memiliki kesamaan visi dari segenap stake holder untuk
menumbuhkan kearifan-kearifan lokal dan kekayaan-kekayaan lokal itu
dalam menentukan ukuran-ukuran, capaian-capaian tujuan bangsa dan
pendirian negara kebangsaan ini.
Jadi kalau menurut Kyai kita harus kembali lagi menenggok apa
tujuan dari bangsa atau pendirian negara ini ya?
Nah iya begitu itu. Kita kok malah memakai ukuran-ukuran MDG’S
yang sangat statistic, hanya berdasarkan pada angka-angka, yang bukan
merupakan ukuran-ukuran yang lebih bersemangat lokal. Namun sebaliknya
malahan memakai ukuran-ukuran Barat yang berbeda, yang basis-basis
filosofis, kultural da normanya berbeda. Misalnya kemarin kita, bebarapa
saat yang lalu itu, orang pada ribut soal naik motor duduk ngangkang itu, Di
tradisi Jawa itu sebenarnya sudah ada kok. Ibu saya dulu itu kalau memberi
nasehat kepada anak saya: “Nduk, bocah wedok iku nek lungguh dengkule
gatuk, dhak anake ndlonggop (anak perempuan itu kalau duduk lututnya
dikatupkan rapat, nanti anaknya memandang benggong)”. Padahal ya nggak
ada hubungannya antara duduk dan ndlonggop itu. Maka itu kalau orang
Jawa itu, kalau perempuan duduknya timpuh (sedeku), kalau laki-laki duduk
bersila. Hal ini kan tidak dipahami oleh aktivis-aktivis kita. Wah itu hanya
dipahami sebagai marginalisasi perempuan, wah ini nggak modern, padahal
kita punya tradisi itu. Itu lho.
Begini ya Kyai, kita kembali ke pernyataan Kyai tadi ya, bahwa
pengendalian dan pembatasan rokok kretek dan tembakau, atau suatu saat
bahkan mungkin pelarangan produksi rokok kretek dan tembakau itu, akan
berdampak pada dibunuhnya kedaulatan ekonomi rakyat ya? Nah kira-kira
apakah solusinya, yang seharusnya dijalankan pemerintah? Apakah cukup
dengan melarang petani menanam tembakau, tanpa memberikan solusi
alternatif, semisal menyediakan lapangan pekerjaan baru atau menyediakan
program penanaman komoditas pertanian baru pengganti tembakau agar
petani tidak menanam tembakau lagi? atau bagaimana Kyai?
139

