Page 89 - Ironi Cukai Tembakau
P. 89
ati se Jawa Tengah untuk ikut serta mengatur pengendalian areal
tembakau.
Melengkapi gambaran dominasi rezim kesehatan, tiga tema kegiatan
lain yang ditetapkan PERMENKEU --yakni pembinaan industri
hasil tembakau, sosialiasi ketentuan cukai dan pemberantasan
barang illegal-- mendapatkan alokasi yang sangat kecil atau
tidak sama sekali. Program pembinaan industri hasil tembakau
hanya memperoleh alokasi Rp 6,28 miliar (6.15%) dengan capaian
kinerja 98%. Pelaksana program ini adalah DISPERINDAG yang
mengerjakan dua tema kegiatan, yaitu ‘pembinaan industri
dan perdagangan pengolahan tembakau di lingkungan industri
pengolahan tembakau’ dan ‘pembinaan industri dan perdagangan
pengolahan tembakau masyarakat di lingkungan industri pengolahan
tembakau’. Adapun kegiatan sosialisasi ketentuan di bidang cukai
hanya memperoleh alokasi Rp 3 miliar (2.95%) dengan capaian
kinerja kumulatif 94,50%. Kegiatan ini dilaksanakan bersama oleh
Biro Perekonomian (dengan dana Rp 1,37 miliar), DISPERINDAG (Rp
1,18 miliar), dan Biro Hubungan Masyarakat (Rp 454 juta). Program
yang berkaitan dengan pemberantasan barang ilegal tidak muncul
sama sekali.
Masalah administratif juga muncul dari realisasi anggaran DBH-
CHT. Laporan kegiatan yang dibuat Biro Perekonomian Provinsi
memperlihatkan perbedaan angka dengan laporan Dinas Kesehatan
untuk kegiatan-kegiatan mereka pada periode yang sama.
Perbedaan antara laporan Biro Perekonominan dan SKPD pelaksana
menunjukkan kelalain pengelolaan DBH-CHT dan cacat dalam
proses konsolidasi data. Terlepas dari siapa dan apa penyebabnya
--kalau pun dipengaruhi adanya SILPA tahun sebelumnya yang
harus dianggarkan pada tahun berikutnya-- seharusnya angkanya
dicantumkan, agar bisa diketahui asal dari perbedaan angka tersebut,
dan tidak memancing munculnya beragam tafsiran. Karena laporan
itulah yang selama ini masih menjadi dasar pemantauan dan
evaluasi, baik pada tingkat provinsi maupun tingkat pusat.
Pelaksanaan DBH-CHT: Temuan di Lima Daerah | 71
tembakau.
Melengkapi gambaran dominasi rezim kesehatan, tiga tema kegiatan
lain yang ditetapkan PERMENKEU --yakni pembinaan industri
hasil tembakau, sosialiasi ketentuan cukai dan pemberantasan
barang illegal-- mendapatkan alokasi yang sangat kecil atau
tidak sama sekali. Program pembinaan industri hasil tembakau
hanya memperoleh alokasi Rp 6,28 miliar (6.15%) dengan capaian
kinerja 98%. Pelaksana program ini adalah DISPERINDAG yang
mengerjakan dua tema kegiatan, yaitu ‘pembinaan industri
dan perdagangan pengolahan tembakau di lingkungan industri
pengolahan tembakau’ dan ‘pembinaan industri dan perdagangan
pengolahan tembakau masyarakat di lingkungan industri pengolahan
tembakau’. Adapun kegiatan sosialisasi ketentuan di bidang cukai
hanya memperoleh alokasi Rp 3 miliar (2.95%) dengan capaian
kinerja kumulatif 94,50%. Kegiatan ini dilaksanakan bersama oleh
Biro Perekonomian (dengan dana Rp 1,37 miliar), DISPERINDAG (Rp
1,18 miliar), dan Biro Hubungan Masyarakat (Rp 454 juta). Program
yang berkaitan dengan pemberantasan barang ilegal tidak muncul
sama sekali.
Masalah administratif juga muncul dari realisasi anggaran DBH-
CHT. Laporan kegiatan yang dibuat Biro Perekonomian Provinsi
memperlihatkan perbedaan angka dengan laporan Dinas Kesehatan
untuk kegiatan-kegiatan mereka pada periode yang sama.
Perbedaan antara laporan Biro Perekonominan dan SKPD pelaksana
menunjukkan kelalain pengelolaan DBH-CHT dan cacat dalam
proses konsolidasi data. Terlepas dari siapa dan apa penyebabnya
--kalau pun dipengaruhi adanya SILPA tahun sebelumnya yang
harus dianggarkan pada tahun berikutnya-- seharusnya angkanya
dicantumkan, agar bisa diketahui asal dari perbedaan angka tersebut,
dan tidak memancing munculnya beragam tafsiran. Karena laporan
itulah yang selama ini masih menjadi dasar pemantauan dan
evaluasi, baik pada tingkat provinsi maupun tingkat pusat.
Pelaksanaan DBH-CHT: Temuan di Lima Daerah | 71

