Page 51 - Ekspedisi Cengkeh
P. 51
un-tahun sebelum cengkeh datang, sebagian besar wilayah desa
ditanami jagung, ubi dan kemiri. Jagung adalah bahan pangan sehari-
hari. Setelah program pemerintah dengan penanaman kakao dan
cengkeh sebagai tanaman produksi serta pohon pinus sebagai proyek
reboisasi hutan, masyarakat setempat mulai mengalami perubahan
budaya, sosial, ekonomi politik, dan ekologis secara besar-besaran.

Perubahan besar-besaran itu mulai tampak saat cengkeh yang ditanam
pada 1974 berproduksi pada awal1980-an. Pak Hodde, Pak Asikin,
Pak Bahar, Pak Hasan, dan beberapa yang ikut menanam cengkeh,
mulai merasakan manfaat ekonomisnya. Sebagian besar warga yang
lain yang awalnya tak ikut menanam kemudian mulai tertarik untuk
menanam.

Ketertarikan mereka disebabkan tersiarnya kabar harga cengkeh
melangit. Kabar itu salah satu sumbernya dari Pak Hodde. Ia memiliki
radio --barang langka di desa kala itu. Dari sanalah ia mencari berita-
berita soal harga cengkeh. Pak Hodde memang sudah berprofesi
sebagai pedagang sebelum menjadi Kepala Desa. Profesi pedagang
ini membuatnya menguasai cukup banyak informasi. Ia sering ke
Makassar atau ke kota-kota besar di Indonesia dalam urusan dagang.
Padahal saat itu akses jalan sangat susah.

Beberapa orang dari desa tetangga yang juga menanam cengkeh
mulai mempromosikan pentingnya menanam cengkeh. Pak Asikin
mengenang, ada orang dari Desa Pattongko, desa tetangga di sebelah
timur, yang datang mempromosikan keuntungan menanam cengkeh.
Namanya Puang Cannai. “Coba lihat rumahku. Sekarang sudah
beratap seng. Itu semua karena cengkeh,” kata Pak Asikin meniru
Puang Cannai. Memang, menurut Pak Asikin, warga desa sebelum
cengkeh berproduksi, hidup dalam gubuk-gubuk beratap rumbia.

Pak Hodde juga senada dengan Puang Cannai. Menurutnya, harga
cengkeh pada waktu itu mahal. Ia menjelaskan, satu liter cengkeh
itu setara dengan lima liter beras. Perbandingan ini dibuat untuk
menjelaskan betapa cengkeh itu bernilai. Ia juga menambahkan,
“satu karung cengkeh basah itu setara dengan satu sepeda motor.
Bayangkan, motor saya seharga Rp 120.000 saat itu. Untuk dapat
harga segitu, cukup dengan satu karung besar cengkeh basah.
Sekarang mana bisa?” kata Pak Hodde.

Pak Asikin, Pak Bahar, dan Pak Hasan, juga merasakan manfaat yang
sama. Mereka mampu memenuhi kebutuhan hidup karena cengkeh.

Lewat Usia Empat Dasawarsa | 23
   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56