Page 55 - Ekspedisi Cengkeh
P. 55
A PETTAWARANIE Gudang-gudang tua terbengkelai di
Pelabuhan Donggala. Gudang-gudang
ini dulunya adalah salah satu pusat
penampungan kopra terbesar di Sulawesi
Tengah pada tahun 1960-1970-an. Masa
jaya perdagangan kopra dan juga hasil bumi
lain seperti cengkeh sudah berlalu, menjadi
kenangan manis para pelaut dan pekerja,
juga para pedagang dan petani, di sana.

Pelabuhan tua kota Donggala dikenal
sebagai pelabuhan niaga tertua, yang
sudah dibangun sekitar 300 tahun
yang lalu. Di masa Belanda, pelabuhan
Donggala merupakan pusat pengumpulan
hasil bumi seperti kopra dan kayu
cendana dari Sulawesi Tengah. Kopra
dan cendana ini kemudian dikirim Ke
Makassar, lalu ke Belanda melalui jalur
perairan laut. Pada tahun 1905, ketika
Gubernur Jenderal W. Rooseboom di
Batavia membagi wilayah, pelabuhan tua
Donggala dijadikan sebagai pelabuhan
niaga dan penumpang. Kemasyhuran
pelabuhan itu juga disinggung oleh Buya
Hamka dalam buku Tenggelamnya Kapal
van der Wijck. Pramoedya Ananta Toer
dalam ‘Tetralogi Buru’nya, juga menyebut pelabuhan Donggala
sebagai tempat singgah para pelaut nusantara dan mancanegara.
Enam tahun hidup Abbas akrab dengan pelabuhan tua Donggala.
Dia mengenang tahun 1990, waktu itu kapalnya mengangkut 20 ton
cengkeh dari pelabuhan Donggala menuju pelabuhan Tanjung Perak.
Kapal kayu pengangkut barang yang dia gunakan waktu itu adalah
buatan Karasiang, Kalimantan Selatan. Saat pelayaran, cuaca sedang
teduh, sehingga mereka sampai ke Pulau Jawa dengan jarak tempuh
pelayaran empat hari empat malam.
“Kalau langit berkilat dan ombak kencang, kami bisa seminggu di

Cengkeh dalam Ingatan Pelaut Donggala | 27
   50   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60