Page 57 - Ekspedisi Cengkeh
P. 57
ACHMAT ARIS Abbas bilang, waktu perdagangan
cengkeh masih bergantung
Abbas Abdul Muis, seorang pada kapal kayu menuju Pulau
juru minyak KM Mitra Abadi, Jawa, pelaut-pelaut hanya
menikmati masa istirahat mengandalkan kompas, peta tua,
lantaran kapal tempatnya bekerja juga pengetahuan purba membaca
masuk dok. tanda-tanda alam. Misalnya,
kalau ada kilat dari barat, itu
menandakan akan ada ombak
dari barat. Jika ada kilat di langit
utara, maka ada ombak dari
utara. Sementara itu, di tongkang
kapal diikatkan sapu ijuk untuk
menangkal hantu laut.
“Kalau saat pelayaran amgkut barang-barang itu, ada satu
perempuan yang minta menumpang, juragan kami tak membolehkan.
Namun, jika dia sangat minta tolong, maka dia wajib membawa
ayam betina,” tambah Abbas.
Masa itu, kapal-kapal tauke di Donggala tak hanya mengangkut
cengkeh, melainkan kopra dan cokelat. Menurut Abbas, di tahun
1990-an, mengangkut cengkeh sangat berisiko tinggi, karena
kemasannya masih di dalam karung nilon yang rentan basah air laut.
“Tapi cengkeh banyak yang selamat, kecelakaan laut di masa itu
jarang sekali terjadi,” tambah Abbas.
Dari tahun 1989 hingga 1992, Abbas masih terus mengangkut
cengkeh di kapalnya. Nanti pada tahun 1995, tata niaga cengkeh
tak lagi bergantung pada kapal kayu, melainkan sudah beralih pada
kapal-kapal besi. Di tahun 1995, kapal-kapal besi telah masuk ke
Donggala.
“Sejak tahun 2000, cengkeh telah jadi muatan eksklusif karena sudah
dimuat dalam kontainer-kontainer yang diangkut kapal-kapal besi
lengkap dengan GPS dan radar,” ujar Abbas memungkasi kisahnya.v
Cengkeh dalam Ingatan Pelaut Donggala | 29
cengkeh masih bergantung
Abbas Abdul Muis, seorang pada kapal kayu menuju Pulau
juru minyak KM Mitra Abadi, Jawa, pelaut-pelaut hanya
menikmati masa istirahat mengandalkan kompas, peta tua,
lantaran kapal tempatnya bekerja juga pengetahuan purba membaca
masuk dok. tanda-tanda alam. Misalnya,
kalau ada kilat dari barat, itu
menandakan akan ada ombak
dari barat. Jika ada kilat di langit
utara, maka ada ombak dari
utara. Sementara itu, di tongkang
kapal diikatkan sapu ijuk untuk
menangkal hantu laut.
“Kalau saat pelayaran amgkut barang-barang itu, ada satu
perempuan yang minta menumpang, juragan kami tak membolehkan.
Namun, jika dia sangat minta tolong, maka dia wajib membawa
ayam betina,” tambah Abbas.
Masa itu, kapal-kapal tauke di Donggala tak hanya mengangkut
cengkeh, melainkan kopra dan cokelat. Menurut Abbas, di tahun
1990-an, mengangkut cengkeh sangat berisiko tinggi, karena
kemasannya masih di dalam karung nilon yang rentan basah air laut.
“Tapi cengkeh banyak yang selamat, kecelakaan laut di masa itu
jarang sekali terjadi,” tambah Abbas.
Dari tahun 1989 hingga 1992, Abbas masih terus mengangkut
cengkeh di kapalnya. Nanti pada tahun 1995, tata niaga cengkeh
tak lagi bergantung pada kapal kayu, melainkan sudah beralih pada
kapal-kapal besi. Di tahun 1995, kapal-kapal besi telah masuk ke
Donggala.
“Sejak tahun 2000, cengkeh telah jadi muatan eksklusif karena sudah
dimuat dalam kontainer-kontainer yang diangkut kapal-kapal besi
lengkap dengan GPS dan radar,” ujar Abbas memungkasi kisahnya.v
Cengkeh dalam Ingatan Pelaut Donggala | 29

