Page 48 - Ironi Cukai Tembakau
P. 48
gatur DBH-CHT adalah perundang-undangan yang seakan
‘terlepas’ dari konsepsi perundang-undangan otonomi daerah
secara umum, walaupun pada tingkat Peraturan Menteri
Keuangan (PERMENKEU) --yang mengatur tata laksana dan
tata kelola DBH-CHT tersebut, yakni PERMENKEU Nomor 84/
PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil
Tembakau dan Sanksi Atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi
Hasil Cukai Hasil Tembakau serta PERMENKEU Nomor 20/
PMK.07/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 84/PMK.07/2008 Tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil
Cukai Hasil Tembakau Dan Sanksi Atas Penyalahgunaan Alokasi
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (selanjutnya disingkat
‘PERMENKEU 84/2008 dan ‘PERMENKEU 20/2009’)-- secara
retoris selalu merujuk pada perundang-undangan otonomi daerah
sebagai salah satu dasar pertimbangan atau konsiderannya.
Ketentuan ini membuka celah yang begitu besar bagi pemerintah
melalui Kementerian Keuangan untuk memberikan tafsiran secara
manasuka (arbitrary) tentang realisasi dan alokasi dana tersebut.
Dengan demikian, dapat dikatkan bahwa adanya perbedaan
tujuan DBH dengan DBH-CHT itu berdampak pada tidak taat asas
(inkonsistensi) nya rumusan DBH itu sendiri secara normatif.
B | MASALAH PERUNTUKAN
Selain masalah mendasar pada aras konseptual tersebut di atas,
masalah berikutnya adalah tentang peruntukan DBH-CHT.
Sebagaimana terbaca pada Pasal 66A ayat (1) UU Cukai, DBH-CHT
ditujukan untuk lima peruntukan: (1) peningkatan kualitas bahan
baku; (2) pembinaan industri; (3) pembinaan lingkungan sosial; (4)
sosialisasi ketentuan di bidang cukai; dan/atau (5) pemberantasan
barang kena cukai ilegal.
30 | IRONI CUKAI TEMBAKAU
‘terlepas’ dari konsepsi perundang-undangan otonomi daerah
secara umum, walaupun pada tingkat Peraturan Menteri
Keuangan (PERMENKEU) --yang mengatur tata laksana dan
tata kelola DBH-CHT tersebut, yakni PERMENKEU Nomor 84/
PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil
Tembakau dan Sanksi Atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi
Hasil Cukai Hasil Tembakau serta PERMENKEU Nomor 20/
PMK.07/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 84/PMK.07/2008 Tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil
Cukai Hasil Tembakau Dan Sanksi Atas Penyalahgunaan Alokasi
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (selanjutnya disingkat
‘PERMENKEU 84/2008 dan ‘PERMENKEU 20/2009’)-- secara
retoris selalu merujuk pada perundang-undangan otonomi daerah
sebagai salah satu dasar pertimbangan atau konsiderannya.
Ketentuan ini membuka celah yang begitu besar bagi pemerintah
melalui Kementerian Keuangan untuk memberikan tafsiran secara
manasuka (arbitrary) tentang realisasi dan alokasi dana tersebut.
Dengan demikian, dapat dikatkan bahwa adanya perbedaan
tujuan DBH dengan DBH-CHT itu berdampak pada tidak taat asas
(inkonsistensi) nya rumusan DBH itu sendiri secara normatif.
B | MASALAH PERUNTUKAN
Selain masalah mendasar pada aras konseptual tersebut di atas,
masalah berikutnya adalah tentang peruntukan DBH-CHT.
Sebagaimana terbaca pada Pasal 66A ayat (1) UU Cukai, DBH-CHT
ditujukan untuk lima peruntukan: (1) peningkatan kualitas bahan
baku; (2) pembinaan industri; (3) pembinaan lingkungan sosial; (4)
sosialisasi ketentuan di bidang cukai; dan/atau (5) pemberantasan
barang kena cukai ilegal.
30 | IRONI CUKAI TEMBAKAU