Page 20 - Kretek Pusaka Nusantara
P. 20
KRETEK Pusaka Nusantara
kampak besi), akibatnya pencurian dan pelanggaran
diperkenalkan kedalam teknologi dan tingkah laku, dan
upacara inisiasi besar menjadi kurang menarik dan kurang
penting bersamaan menyusutnya perdagangan kampak.
Lebih-lebih lagi, masyarakat aborigin tak dapat menjelaskan
kampak besi dan inovasi barat yang lain dalam kerangka
keagamaan mereka yang bersifat totem atau menghubungkan
hal itu pada ide-ide mereka mengenai dunia dimana mereka
hidup. Akibatnya agama melemah dan ambruk dan membawa
akibat disintegrasi budaya yang lengkap yang berlangsung
secara tiba-tiba dan mengejutkan dan juga demoralisasi
individu pada tingkat yang hampir tak pernah terjadi dalam
masyarakat lain kecuali masyarakat aborigin Australia (T.R.
Batten, Community and Their Development, Oxford
University Press, London, second ed, 1960).
Rokok Kretek yang tidak hanya berfungsi sebagai barang yang dihisap
untuk penenang dan membangun hubungan sosial, tetapi juga sebagai bagian
dari bahan sesaji yang masih banyak dilakukan oleh masyarakat pedesaan,
dapat kita temui hampir diseluruh masyarakat pedesaan pulau Jawa.
Demikian juga rokok kretek sebagai bagian dari upacara slametan dan acara-
acara adat merupakan budaya masyarakat Indonesia, yang penghilangannya
bisa saja berdampak pada komponen budaya yang lain. Tentunya kasus
kampak besi pada masyarakat aborigin yang tinggal di Queensland Australia
tersebut tidak bisa kita samakan begitu saja dengan rokok Kretek. Antara
kampak besi dengan rokok kretek memang mempunyai banyak persamaan,
mereka sama-sama artefak, sama-sama warisan khas masyarakatnya, sama-
sama tradisi, bahkan rokok kretek merupakan bagian langsung dari upacara
dan ritual keagamaan masyarakat dalam bentuk sesaji. Namun demikian,
untuk meramalkan apa yang akan terjadi dengan pelarangan produksi rokok
kretek (yang merupakan semangat Peraturan Pemerintah no. 109 tahun
2012) tidaklah mudah. Karena itu, penelitian ini tidak bermaksud untuk
mencari tahu apa yang akan terjadi jika suatu saat ada pelarangan poduksi
dan penggunaan rokok kretek, tetapi lebih ditujukan untuk memahami
pandangan masyarakat, apakah masih ada kebiasaan masyarakat
menggunakan rokok kretek dalam berbagai upacara dan acara adat, dan
apakah kebiasaan tersebut sekedar kebiasaan belaka atau (menurut
11
kampak besi), akibatnya pencurian dan pelanggaran
diperkenalkan kedalam teknologi dan tingkah laku, dan
upacara inisiasi besar menjadi kurang menarik dan kurang
penting bersamaan menyusutnya perdagangan kampak.
Lebih-lebih lagi, masyarakat aborigin tak dapat menjelaskan
kampak besi dan inovasi barat yang lain dalam kerangka
keagamaan mereka yang bersifat totem atau menghubungkan
hal itu pada ide-ide mereka mengenai dunia dimana mereka
hidup. Akibatnya agama melemah dan ambruk dan membawa
akibat disintegrasi budaya yang lengkap yang berlangsung
secara tiba-tiba dan mengejutkan dan juga demoralisasi
individu pada tingkat yang hampir tak pernah terjadi dalam
masyarakat lain kecuali masyarakat aborigin Australia (T.R.
Batten, Community and Their Development, Oxford
University Press, London, second ed, 1960).
Rokok Kretek yang tidak hanya berfungsi sebagai barang yang dihisap
untuk penenang dan membangun hubungan sosial, tetapi juga sebagai bagian
dari bahan sesaji yang masih banyak dilakukan oleh masyarakat pedesaan,
dapat kita temui hampir diseluruh masyarakat pedesaan pulau Jawa.
Demikian juga rokok kretek sebagai bagian dari upacara slametan dan acara-
acara adat merupakan budaya masyarakat Indonesia, yang penghilangannya
bisa saja berdampak pada komponen budaya yang lain. Tentunya kasus
kampak besi pada masyarakat aborigin yang tinggal di Queensland Australia
tersebut tidak bisa kita samakan begitu saja dengan rokok Kretek. Antara
kampak besi dengan rokok kretek memang mempunyai banyak persamaan,
mereka sama-sama artefak, sama-sama warisan khas masyarakatnya, sama-
sama tradisi, bahkan rokok kretek merupakan bagian langsung dari upacara
dan ritual keagamaan masyarakat dalam bentuk sesaji. Namun demikian,
untuk meramalkan apa yang akan terjadi dengan pelarangan produksi rokok
kretek (yang merupakan semangat Peraturan Pemerintah no. 109 tahun
2012) tidaklah mudah. Karena itu, penelitian ini tidak bermaksud untuk
mencari tahu apa yang akan terjadi jika suatu saat ada pelarangan poduksi
dan penggunaan rokok kretek, tetapi lebih ditujukan untuk memahami
pandangan masyarakat, apakah masih ada kebiasaan masyarakat
menggunakan rokok kretek dalam berbagai upacara dan acara adat, dan
apakah kebiasaan tersebut sekedar kebiasaan belaka atau (menurut
11

