Page 64 - Ironi Cukai Tembakau
P. 64
GUB Jatim 4/2012, tercatat dua indikator yang membentuk
porsi pembagian terbesar, yakni pada realisasi penerimaan cukai
hasil tembakau sebesar 40% dan jumlah pabrik rokok sebesar
20%.37 Ini menjadikan daerah dengan pabrik rokok dan penalang
cukai mendapatkan alokasi DBH-CHT lebih besar daripada daerah
budidaya tembakau.
Pemerintah provinsi, dalam hal ini gubernur, tampak mendominasi
wewenang dalam penyaluran dan pelaksanaan kegiataan DBH-
CHT. Mereka memegang fungsi perencanaan hingga pengawasan,
namun tanpa fungsi implementasi. Penggunaan alokasi DBH-CHT di
masing-masing daerah di Jawa Timur diatur secara lebih teknis lewat
Peraturan Gubernur Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum
Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di Jawa Timur
(selanjutnya disingkat ‘PERGUB Jatim 6/2012’).
Peraturan ini mengatur tata cara dan peruntukan DBH-CHT yang
telah dialokasikan kepada provinsi/kota/kabupaten di Jawa Timur.
Peruntukan DBH-CHT kemudian diterjemahkan di dalam Pasal
3 - 11 PERGUB Jatim 6/2012. Mekanisme penggunaannya diatur
dalam Pasal 12 - 15 di mana Gubernur (melalui Sekretariat Daerah
Jawa Timur, Biro Administrasi Perekonomian) bertugas menerima
rancangan kegiatan dan penganggaran dari Satuan Kerja Pemerintah
Daerah (SKPD) tingkat provinsi dan bupati/walikota, lalu
mengkonsolidasi rancangan tersebut untuk kemudian disampaikan
kepada Menteri Keuangan pada awal tahun anggaran. Mereka juga
kelak menerima laporan mengenai alokasi dan pelaksanaan kegiatan
37 Pasal 66A ayat 3 UU Cukai berbunyi: “Gubernur mengelola dan
menggunakan dana bagi hasil cukai hasil tembakau dan mengatur pembagian
dana bagi hasil cukai hasil tembakau kepada bupati/walikota di daerahnya
masing-masing berdasarkan besaran kontribusi penerimaan cukai hasil
tembakaunya.”
46 | IRONI CUKAI TEMBAKAU
porsi pembagian terbesar, yakni pada realisasi penerimaan cukai
hasil tembakau sebesar 40% dan jumlah pabrik rokok sebesar
20%.37 Ini menjadikan daerah dengan pabrik rokok dan penalang
cukai mendapatkan alokasi DBH-CHT lebih besar daripada daerah
budidaya tembakau.
Pemerintah provinsi, dalam hal ini gubernur, tampak mendominasi
wewenang dalam penyaluran dan pelaksanaan kegiataan DBH-
CHT. Mereka memegang fungsi perencanaan hingga pengawasan,
namun tanpa fungsi implementasi. Penggunaan alokasi DBH-CHT di
masing-masing daerah di Jawa Timur diatur secara lebih teknis lewat
Peraturan Gubernur Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum
Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di Jawa Timur
(selanjutnya disingkat ‘PERGUB Jatim 6/2012’).
Peraturan ini mengatur tata cara dan peruntukan DBH-CHT yang
telah dialokasikan kepada provinsi/kota/kabupaten di Jawa Timur.
Peruntukan DBH-CHT kemudian diterjemahkan di dalam Pasal
3 - 11 PERGUB Jatim 6/2012. Mekanisme penggunaannya diatur
dalam Pasal 12 - 15 di mana Gubernur (melalui Sekretariat Daerah
Jawa Timur, Biro Administrasi Perekonomian) bertugas menerima
rancangan kegiatan dan penganggaran dari Satuan Kerja Pemerintah
Daerah (SKPD) tingkat provinsi dan bupati/walikota, lalu
mengkonsolidasi rancangan tersebut untuk kemudian disampaikan
kepada Menteri Keuangan pada awal tahun anggaran. Mereka juga
kelak menerima laporan mengenai alokasi dan pelaksanaan kegiatan
37 Pasal 66A ayat 3 UU Cukai berbunyi: “Gubernur mengelola dan
menggunakan dana bagi hasil cukai hasil tembakau dan mengatur pembagian
dana bagi hasil cukai hasil tembakau kepada bupati/walikota di daerahnya
masing-masing berdasarkan besaran kontribusi penerimaan cukai hasil
tembakaunya.”
46 | IRONI CUKAI TEMBAKAU

