Page 54 - Ironi Cukai Tembakau
P. 54
ayat (1) UU Cukai disebutkan bahwa: “Barang-barang tertentu
yang mempunyai sifat atau karakteristik: (a). konsumsinya perlu
dikendalikan; (b). peredarannya perlu diawasi; (c). pemakaiannya
dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau
lingkungan hidup; atau (d). pemakaiannya perlu pembebanan
pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Kemudian
dalam ayat (2) dtegaskan bahwa “Barang-barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sebagai cukai”.
Sangat jelas berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut dan
keputusan MK bahwa hasil tembakaulah yang terkena cukai,
sehingga menghubungkan antara tembakau sebagai bahan baku
dengan tembakau yang sudah diolah menjadi hasil tembakau,
harus dimaknai dalam konteks pengertian dasar konsep
pengenaan pungutan cukai hasil tembakau.
2. Keberadaan alokasi dana cukai hasil tembakau harus digunakan
untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, sebagaimana
disebutkan secara eksplisit dalam Pasal 66A ayat (1) UU Cukai.
Hal ini berarti bahwa DBH-CHT harus digunakan untuk
mendanai kegiatan pada tingkat petani penghasil tembakau
yang membutuhkan pembinaan dan bimbingan serta transfer
dan pengawalan teknologi agar dapat menghasilkan bahan baku
yang diharapkan. Dengan kata lain, Penggunaan atau peruntukan
DBH-CHT yang disebutkan dalam Pasal 66A ayat (1) UU Cukai
tersebut adalah prioritas penggunaan anggaran yang harus
didahulukan. Hal ini jelas merupakan amanat undang-undang
yang kemudian dipertegas dan diperkuat oleh keputusan MK
sebagai hasil uji-materi atas pasal tersebut.
Tujuan penggunaan DBH-CHT tersebut selanjutnya dijabarkan
dalam PERMENKEU 84/2008 dan PERMENKEU 20/2009.
Ketentuan dalam PERMENKEU tersebut menguraikan secara rinci
penggunaan DBH CHT sebagai berikut:
36 | IRONI CUKAI TEMBAKAU
yang mempunyai sifat atau karakteristik: (a). konsumsinya perlu
dikendalikan; (b). peredarannya perlu diawasi; (c). pemakaiannya
dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau
lingkungan hidup; atau (d). pemakaiannya perlu pembebanan
pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Kemudian
dalam ayat (2) dtegaskan bahwa “Barang-barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sebagai cukai”.
Sangat jelas berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut dan
keputusan MK bahwa hasil tembakaulah yang terkena cukai,
sehingga menghubungkan antara tembakau sebagai bahan baku
dengan tembakau yang sudah diolah menjadi hasil tembakau,
harus dimaknai dalam konteks pengertian dasar konsep
pengenaan pungutan cukai hasil tembakau.
2. Keberadaan alokasi dana cukai hasil tembakau harus digunakan
untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, sebagaimana
disebutkan secara eksplisit dalam Pasal 66A ayat (1) UU Cukai.
Hal ini berarti bahwa DBH-CHT harus digunakan untuk
mendanai kegiatan pada tingkat petani penghasil tembakau
yang membutuhkan pembinaan dan bimbingan serta transfer
dan pengawalan teknologi agar dapat menghasilkan bahan baku
yang diharapkan. Dengan kata lain, Penggunaan atau peruntukan
DBH-CHT yang disebutkan dalam Pasal 66A ayat (1) UU Cukai
tersebut adalah prioritas penggunaan anggaran yang harus
didahulukan. Hal ini jelas merupakan amanat undang-undang
yang kemudian dipertegas dan diperkuat oleh keputusan MK
sebagai hasil uji-materi atas pasal tersebut.
Tujuan penggunaan DBH-CHT tersebut selanjutnya dijabarkan
dalam PERMENKEU 84/2008 dan PERMENKEU 20/2009.
Ketentuan dalam PERMENKEU tersebut menguraikan secara rinci
penggunaan DBH CHT sebagai berikut:
36 | IRONI CUKAI TEMBAKAU

