Page 49 - Ironi Cukai Tembakau
P. 49
am perjalannnya kemudian, ketentuan peruntukan DBH-CHT
ini membuat pemerintah salah satu daerah penghasil tembakau
di Indonesia, yakni pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat
(NTB), mengajukan permohonan uji materi (judicial review) kepada
Mahkamah Konstitusi (MK) Repbulik Indonesia. MK menanggapi
permohonan tersebut dan menghasilkan keputusan bahwa Pasal
66A ayat (1) UU Cukai tersebut sebagai suatu ketentuan hukum
yang ‘konstitusional bersyarat’ (conditionally constitutional).
Menurut MK, pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 apabia
ditafsirkan dan dalam kenyataan pelaksanaannya DBH -HT tidak
dibagikan kepada semua daerah penghasil tembakau. Keputusan
MK tersebut dan pertimbangannya adalah sebagai berikut:27

1. Menimbang bahwa meskipun Pemerintah dan DPR telah memberi
keterangan yang menyatakan bahwa dalam pelaksanaannya
pengertian provinsi penghasil cukai hasil tembakau yang
mendapatkan dana hasil cukai tembakau sebesar 2% (dua
perseratus) adalah provinsi dimana pabrik rokok/tembakau
berada, yang pada hakikatnya dipungut atau dibayar oleh
masyarakat yang membeli atau mengkonsumsi hasil tembakau,
yang kemudian akan memperoleh pembagian dana cukai
hasil tembakau tersebut, Mahkamah berpendapat bahwa dari
segi peruntukan dana cukai hasil tembakau sebagaimana
dirumuskan dalam Pasal 66A ayat (1) Undang-undang a quo,
sehingga Mahkamah tidak sependapat dengan Pemerintah dan
DPR, karena salah satu kegiatan yang didanai dari hasil cukai
tembakau tersebut adalah peningkatan kualitas bahan baku dan
pembinaan lingkungan sosial.

2. Menimbang bahwa dalam melihat industri rokok secara
menyeluruh dari hulu sampai ke hilir, pengertian peningkatan
bahan baku yang diupayakan peningkatannya dalam standar
yang baik dengan mengurangi bahan berbahaya dan kerusakan

27 Selengkapnya, lihat: Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Nomor 54/PUU-VI/2008.

Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau | 31
   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54