Page 20 - Ironi Cukai Tembakau
P. 20
kitar 1 juta orang).2

Karena itu, kedudukan atau peran strategis tanaman tembakau dan
produk hasil olahannya diakui resmi oleh pemerintah Indonesia.
Dalam Penjelasan Pasal 19 ayat (2) Undang-undang (UU) Nomor 18
Tahun 2004 tentang Perkebunan, disebutkan bahwa:

“Komoditas strategis perkebunan adalah komoditas perkebunan
yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan sosial,
ekonomi dan lingkungan, antara lain kelapa sawit, karet, kakao,
kopi, tebu, dan tembakau.”

Alasan utama menempatkan tembakau dan produk olahannya
sebagai komoditi strategis adalah fakta bahwa komoditi ini
masih tetap merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar
bagi keuangan negara. Sampai sekarang, pertanian tembakau
dan industri hasil tembakau masih merupakan penyumbang
pendapatan negara terbesar keempat setelah pajak pertambahan
nilai, pajak penghasilan badan, serta pajak penghasilan minyak dan
gas bumi.3

Data tahun 2011 dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara,
Kementerian Keuangan Republik Indonesia, memperlihatkan bahwa
pendapatan negara dari cukai hasil tembakau terus meningkat dan
merupakan bagian terbesar (lebih 90%) dari seluruh penerimaan
negara dari pungutan pajak dalam negeri. Pada tahun 2007
pemerintah menerima pendapatan cukai hasil tembakau sebesar
Rp 43,5 triliun rupiah atau 97,4% dalam total penerimaan seluruh
jenis cukai sebesar Rp 44,7 triliun. Bahkan, pada tahun 2012 yang
baru saja berlalu, realisasi cukai hasil tembakau (Rp 84,4 triliun atau

2 “Produksi Rokok Akan Dibatasi”, http://bataviase.co.id/
detailberita-10376818.html. Lihat juga: Wahyu W. Basjir, “Kretek dalam
Perekonomian Indonesia”, dalam Roem Topatimasang et.al., eds. (2010),
op.cit., h.1-14.
3 Badan Pusat Statistik (2012), Indonesia Dalam Angka 2011, Jakarta: BPS.

2 | IRONI CUKAI TEMBAKAU
   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25