Page 12 - Ekspedisi Cengkeh
P. 12
i Seram ke Ambon, di atas kapal cepat. Gagasan tersebut kami
matangkan di Haruku, sekaligus melakukan observasi awal yang
penting: kapan laut teduh, kapan musim petik cengkeh, dan kapan
musim ikan yang bagus. Tema ketiga itu adalah pemanis saja.
Kami berdua bergerak cepat. Pak Roem melakukan identifikasi
tempat-tempat yang seyogianya didatangi di ekspedisi ini, merancang
rute, melakukan kontak dengan beberapa orang di Kepulauan Maluku,
tempat ia pernah selama dua puluh tahun bermukim dan hilir-mudik
sebagai aktivis gerakan sosial. Sementara saya menuangkan gagasan
dengan lebih sistemastis, lalu mengedarkan ke orang-orang. Ekspedisi
butuh dana besar. Kami berdua tentu saja tidak punya.
Bersamaan dengan itu, Pak Roem merekomendasikan saya untuk
mengajak dan berkonsultasi dengan Ridwan Alimuddin, anak muda
Mandar yang sudah terbiasa melakukan ekspedisi dengan perjalanan
laut. Saya berkomunikasi intens dengan Ridwan via email, pesan
pendek, dan telepon. Di proyek ini, dari awal, selain Pak Roem, saya
banyak sekali dibantu oleh Ridwan yang memang kaya pengalaman.
Banyak orang dan pihak yang menyatakan tertarik untuk ikut
membiayai ekspedisi kami. Tapi sayang, kadang tidak cocok pada
konsep dan kebanyakan tidak cocok pada waktu. Kami sudah harus di
lapangan pada bulan September. Karena di saat itu laut cukup teduh,
dan musim panen cengkeh sedang berlangsung di beberapa tempat,
sementara beberapa tempat yang lain sudah di akhir masa panen.
Namun para calon donatur punya masalah dengan waktu yang mepet.
Mereka tidak bisa bergerak terlalu cepat, sementara saya tidak bisa
bergerak terlalu lambat.
Akhirnya ekspedisi ini mengalami berbagai perubahan rute dan
moda transportasi. Saya harus mensiasati jumlah dana yang ada
dengan bulan terbaik di mana sebaiknya tim ekspedisi berada di
lapangan. Awalnya rute perjalanan ini akan dimulai dari Morotai dan
Raja Ampat dan diakhiri di Kepulauan Tanimbar dan Pulau-pulau
Teon, Nila, dan Serua (TNS), kemudian penyusunan naskah dan
penyuntingan buku serta video dokumenter dikerjakan di Kepulauan
Wakatobi. Kemudian rute berubah. Tim ekspedisi dibagi menjadi
enam tim kecil, yang masing-masing menyusur jalur sendiri, kecuali
Tim Susur. Namun perubahan rute ini justru menjelajah wilayah
yang lebih luas yang meliputi lima provinsi: Maluku Utara, Maluku,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. Sementara
penyusunan dan penyuntingan buku dan video dokumenter dicicil di
viii | EKSPEDISI CENGKEH
matangkan di Haruku, sekaligus melakukan observasi awal yang
penting: kapan laut teduh, kapan musim petik cengkeh, dan kapan
musim ikan yang bagus. Tema ketiga itu adalah pemanis saja.
Kami berdua bergerak cepat. Pak Roem melakukan identifikasi
tempat-tempat yang seyogianya didatangi di ekspedisi ini, merancang
rute, melakukan kontak dengan beberapa orang di Kepulauan Maluku,
tempat ia pernah selama dua puluh tahun bermukim dan hilir-mudik
sebagai aktivis gerakan sosial. Sementara saya menuangkan gagasan
dengan lebih sistemastis, lalu mengedarkan ke orang-orang. Ekspedisi
butuh dana besar. Kami berdua tentu saja tidak punya.
Bersamaan dengan itu, Pak Roem merekomendasikan saya untuk
mengajak dan berkonsultasi dengan Ridwan Alimuddin, anak muda
Mandar yang sudah terbiasa melakukan ekspedisi dengan perjalanan
laut. Saya berkomunikasi intens dengan Ridwan via email, pesan
pendek, dan telepon. Di proyek ini, dari awal, selain Pak Roem, saya
banyak sekali dibantu oleh Ridwan yang memang kaya pengalaman.
Banyak orang dan pihak yang menyatakan tertarik untuk ikut
membiayai ekspedisi kami. Tapi sayang, kadang tidak cocok pada
konsep dan kebanyakan tidak cocok pada waktu. Kami sudah harus di
lapangan pada bulan September. Karena di saat itu laut cukup teduh,
dan musim panen cengkeh sedang berlangsung di beberapa tempat,
sementara beberapa tempat yang lain sudah di akhir masa panen.
Namun para calon donatur punya masalah dengan waktu yang mepet.
Mereka tidak bisa bergerak terlalu cepat, sementara saya tidak bisa
bergerak terlalu lambat.
Akhirnya ekspedisi ini mengalami berbagai perubahan rute dan
moda transportasi. Saya harus mensiasati jumlah dana yang ada
dengan bulan terbaik di mana sebaiknya tim ekspedisi berada di
lapangan. Awalnya rute perjalanan ini akan dimulai dari Morotai dan
Raja Ampat dan diakhiri di Kepulauan Tanimbar dan Pulau-pulau
Teon, Nila, dan Serua (TNS), kemudian penyusunan naskah dan
penyuntingan buku serta video dokumenter dikerjakan di Kepulauan
Wakatobi. Kemudian rute berubah. Tim ekspedisi dibagi menjadi
enam tim kecil, yang masing-masing menyusur jalur sendiri, kecuali
Tim Susur. Namun perubahan rute ini justru menjelajah wilayah
yang lebih luas yang meliputi lima provinsi: Maluku Utara, Maluku,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. Sementara
penyusunan dan penyuntingan buku dan video dokumenter dicicil di
viii | EKSPEDISI CENGKEH

