Page 11 - Ekspedisi Cengkeh
P. 11
Tentang Ekspedisi Ini
n Puthut EA
Ekspedisi ini sebagaimana kebanyakan proyek yang dilakukan
oleh para petualang, diawali lebih besar oleh api gairah
daripada perhitungan yang matang, lebih dominan rasa nekat
daripada unsur rasional. Awal bulan Juli, saya berada di atas kapal
cepat dari Seram ke Ambon ketika kemudian terlintas gagasan
tentang ekspedisi ini. Saya langsung melempar gagasan itu ke
Pak Roem Topatimasang yang memang sedang bersama saya. Ia
langsung mengangguk setuju.
Tapi tentu benih gagasan tersebut tidak muncul jika tidak ada lahan
yang subur. Sudah lama, sejak kira-kira empat tahun yang lalu, saya
punya keinginan untuk melakukan serangkaian penelitian lapangan
tentang komoditas unggulan nusantara. Salah satunya adalah
cengkeh. Selama empat tahun kemudian, saya sibuk menekuni
penelitian tentang komoditas tembakau. Di kepala saya, cengkeh
ada di daftar urutan ketiga setelah kopi, menyusul kemudian kopra.
Tetapi kedatangan saya di Ambon, Seram dan Haruku pada kali
tersebut, membuat saya tiba-tiba harus menggeser kopi dengan
cengkeh. Obrolan saya dengan Pak Roem tentang Kepulauan
Maluku yang kami lakukan mulai dari perjalanan berangkat, selama
kami transit di penginapan kami di Ambon, menyeberang dari
Ambon ke Seram, selama di Seram, hingga lintasan gagasan yang
lebih bersifat spontan itu akhirnya saya kemukakan pada perjalanan
vii
n Puthut EA
Ekspedisi ini sebagaimana kebanyakan proyek yang dilakukan
oleh para petualang, diawali lebih besar oleh api gairah
daripada perhitungan yang matang, lebih dominan rasa nekat
daripada unsur rasional. Awal bulan Juli, saya berada di atas kapal
cepat dari Seram ke Ambon ketika kemudian terlintas gagasan
tentang ekspedisi ini. Saya langsung melempar gagasan itu ke
Pak Roem Topatimasang yang memang sedang bersama saya. Ia
langsung mengangguk setuju.
Tapi tentu benih gagasan tersebut tidak muncul jika tidak ada lahan
yang subur. Sudah lama, sejak kira-kira empat tahun yang lalu, saya
punya keinginan untuk melakukan serangkaian penelitian lapangan
tentang komoditas unggulan nusantara. Salah satunya adalah
cengkeh. Selama empat tahun kemudian, saya sibuk menekuni
penelitian tentang komoditas tembakau. Di kepala saya, cengkeh
ada di daftar urutan ketiga setelah kopi, menyusul kemudian kopra.
Tetapi kedatangan saya di Ambon, Seram dan Haruku pada kali
tersebut, membuat saya tiba-tiba harus menggeser kopi dengan
cengkeh. Obrolan saya dengan Pak Roem tentang Kepulauan
Maluku yang kami lakukan mulai dari perjalanan berangkat, selama
kami transit di penginapan kami di Ambon, menyeberang dari
Ambon ke Seram, selama di Seram, hingga lintasan gagasan yang
lebih bersifat spontan itu akhirnya saya kemukakan pada perjalanan
vii

