Page 113 - Ironi Cukai Tembakau
P. 113
rah (yang seharusnya otonom) diintervensi melalui pedoman dari
Kementerian Kesehatan di tingkat pusat. Jika hal ini berlanjut, maka
DBH-CHT akan menjadi alat untuk secara perlahan mengalihkan
petani tembakau dan membunuh perkebunan tembakau lokal untuk
industri rokok nasional --dengan cara menayring jenis tembakau dan
rokok yang ‘aman’ untuk kesehatan.

Pertanyaan mendasar yang dapat diajukan: mengapa alokasi
DBH-CHT seharusnya diarahkan untuk para petani tembakau?
Jawabannya, karena tanpa petani tembakau yang menghasilkan
bahan baku, provinsi NTB tidak akan mendapatkan alokasi 2% dari
penerimaan cukai hasil tembakau setiap tahun.

Namun, sebagian kegiatan masih menyentuh kebutuhan petani
tembakau dan petani tanaman lain. Misalnya, untuk program
pembinaan anak terlantar, pengembangan industri kecil dan
menengah, serta pembangunan gedung serba guna petani tembakau,
atau pembangunan saluran irigasi desa oleh Dinas Pekerjaa Umum
Provinsi NTB—yang menelan biaya Rp 5 milyar dari DBH-CHT.
Tetapi porsi untuk peningkatan kapasitas petani tembakau secara
langsung masih terlalu minim. Pada tahun 2012, Dinas Perkebunan
juga membelanjakan DBH-CHT untuk membangun Gedung Pusat
Informasi Agribisnis di Paok Motong, Lombok Tengah, yang
menelan biaya Rp 2,3 miliar. Pembangunan gedung itu dimaksudkan
untuk pusat kegiatan, seperti penentuan harga tembakau,
musyawarah antara industri dan petani dalam penentuan harga,
atau semacamnya. Setidaknya, menurut staf Dinas Perkebunan,
gedung ini sangat bermanfaat bagi petani tembakau, terutama
untuk musyawarah penentuan harga antara pemerintah, petani dan
industri.116

116 Wawancara Hari Cahyono, KASI PPHP Dinas Perkebunan Provinsi NTB, 11
Februari 2013.

Pelaksanaan DBH-CHT: Temuan di Lima Daerah | 95
   108   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118