Page 37 - Tembakau, Negara, dan Keserakahan Modal Asing
P. 37
Tembakau dalam Pusaran Globalisasi
Tembakau dalam diplomasi publik internasional telah menjadi
objek serangan akibat risiko yang ditimbulkan dari bahaya merokok.
Kesehatan publik menjadi sebuah concern utama yang ditimbulkan dari
rokok. Akan tetapi, dalam hal concern terhadap kesehatan publik ini,
alkohol, yang juga mempunyai kandungan berbahaya bagi kesehatan
manusia, lebih tidak dipermasalahkan dalam konvensi internasional.
FCTC merupakan konvensi kesehatan pertama yang mengikat secara
hukum yang dilahirkan oleh WHO. Konvensi mengenai pembatasan
alkohol (Framework Convention on Alcohol Control, FCAC)9 sampai
saat ini belum terbentuk. Dalam negosiasi EU - Thailand FTA, misalnya,
di mana masyarakat sipil Thailand berusaha menggagalkan klausul
mengenai pembebasan tarif untuk alkohol – 70% lebih alkohol di
Thailand diimpor oleh Uni Eropa – sampai saat ini masih menjadi
pending issues.10 Di Prancis, salah satu produsen wine terbesar di dunia,
pembatasan terhadap alkohol masih merupakan debat yang mengemuka
karena banyak petani yang menanam anggur serta industri wine rumahan
yang menyokong ekonomi negara. Artinya, terdapat standar ganda
dalam permasalahan tembakau ini. Di satu sisi, demi alasan kesehatan,
tembakau dilarang, tetapi untuk alkohol masih dibebaskan. Debat
mengenai pembatasan tembakau dan kesehatan menjadi tidak relevan
jika tidak disertai dengan kontribusinya terhadap ekonomi lokal.
Di Indonesia, seperti telah dikemukakan di awal, kebijakan
pemerintah cenderung menjadi pengikut atau follower dari rezim
9 Ketikkan teks atau alamat situs web atau Masalah yang terkait dengan alkohol ada di hampir setiap
negara dan wilayah, dengan tingkat tertinggi di Eropa. Konsumsi alkohol merupakan faktor risiko paling
utama untuk beban penyakit di negara-negara berkembang dan faktor risiko terbesar ketiga di negara
maju. Alkohol adalah risiko paling besar untuk kesehatan di negara-negara berkembang di mana menurut
Komunitas Kedokteran di Amerika Serikat, alkohol bertanggung jawab untuk 6,2 persen dari cacat yang
disesuaikan tahun lost.1 Di Amerika, alkohol telah ditemukan menjadi faktor risiko yang paling penting
memberikan kontribusi untuk beban penyakit, melebihi merokok, obesitas, dan tekanan darah tinggi. Li-
hat : http://www.asam.org/docs/publicy-policy-statements/1est-of-framework-convention-4-07.pdf . Ironis-
nya, konvensi anti-alkohol ini belum terbentuk. Di tingkat internasional, bahkan, Framework Convention
on Alcohol Control (FCAC)draftnya masih belum selesai dan menjadi perdebatan di antara negara-negara.
10 Eropa sangat tertarik dengan pasar wine dan minuman beralkohol lainnya di Thailand karena tingkat kon-
sumsi alkohol yang tinggi di Thailand. Selain konsumsi domestik, tingginya konsumsi minuman beralkohol
karena tingginya permintaan dari sektor pariwisata Thailand. Perekonomian Thailand salah satunya ber-
gantung dari sektor pariwisata dan MICE, di mana 15,84 juta turis datang ke Thailand setiap tahunnya.
Dalam industri MICE dan pariwisata, alkohol menjadi barang yang jamak tersedia.
23
Tembakau dalam diplomasi publik internasional telah menjadi
objek serangan akibat risiko yang ditimbulkan dari bahaya merokok.
Kesehatan publik menjadi sebuah concern utama yang ditimbulkan dari
rokok. Akan tetapi, dalam hal concern terhadap kesehatan publik ini,
alkohol, yang juga mempunyai kandungan berbahaya bagi kesehatan
manusia, lebih tidak dipermasalahkan dalam konvensi internasional.
FCTC merupakan konvensi kesehatan pertama yang mengikat secara
hukum yang dilahirkan oleh WHO. Konvensi mengenai pembatasan
alkohol (Framework Convention on Alcohol Control, FCAC)9 sampai
saat ini belum terbentuk. Dalam negosiasi EU - Thailand FTA, misalnya,
di mana masyarakat sipil Thailand berusaha menggagalkan klausul
mengenai pembebasan tarif untuk alkohol – 70% lebih alkohol di
Thailand diimpor oleh Uni Eropa – sampai saat ini masih menjadi
pending issues.10 Di Prancis, salah satu produsen wine terbesar di dunia,
pembatasan terhadap alkohol masih merupakan debat yang mengemuka
karena banyak petani yang menanam anggur serta industri wine rumahan
yang menyokong ekonomi negara. Artinya, terdapat standar ganda
dalam permasalahan tembakau ini. Di satu sisi, demi alasan kesehatan,
tembakau dilarang, tetapi untuk alkohol masih dibebaskan. Debat
mengenai pembatasan tembakau dan kesehatan menjadi tidak relevan
jika tidak disertai dengan kontribusinya terhadap ekonomi lokal.
Di Indonesia, seperti telah dikemukakan di awal, kebijakan
pemerintah cenderung menjadi pengikut atau follower dari rezim
9 Ketikkan teks atau alamat situs web atau Masalah yang terkait dengan alkohol ada di hampir setiap
negara dan wilayah, dengan tingkat tertinggi di Eropa. Konsumsi alkohol merupakan faktor risiko paling
utama untuk beban penyakit di negara-negara berkembang dan faktor risiko terbesar ketiga di negara
maju. Alkohol adalah risiko paling besar untuk kesehatan di negara-negara berkembang di mana menurut
Komunitas Kedokteran di Amerika Serikat, alkohol bertanggung jawab untuk 6,2 persen dari cacat yang
disesuaikan tahun lost.1 Di Amerika, alkohol telah ditemukan menjadi faktor risiko yang paling penting
memberikan kontribusi untuk beban penyakit, melebihi merokok, obesitas, dan tekanan darah tinggi. Li-
hat : http://www.asam.org/docs/publicy-policy-statements/1est-of-framework-convention-4-07.pdf . Ironis-
nya, konvensi anti-alkohol ini belum terbentuk. Di tingkat internasional, bahkan, Framework Convention
on Alcohol Control (FCAC)draftnya masih belum selesai dan menjadi perdebatan di antara negara-negara.
10 Eropa sangat tertarik dengan pasar wine dan minuman beralkohol lainnya di Thailand karena tingkat kon-
sumsi alkohol yang tinggi di Thailand. Selain konsumsi domestik, tingginya konsumsi minuman beralkohol
karena tingginya permintaan dari sektor pariwisata Thailand. Perekonomian Thailand salah satunya ber-
gantung dari sektor pariwisata dan MICE, di mana 15,84 juta turis datang ke Thailand setiap tahunnya.
Dalam industri MICE dan pariwisata, alkohol menjadi barang yang jamak tersedia.
23