Page 51 - Membunuh Indonesia
P. 51
TEK MEMBUNUH INDONESIA
Yang Tanggal dan Tinggal dalam
Ingatan Kebudayaan

Sultan Agung, Perokok Berat dari Mataram

“Sekembalinya ke mesjid, Modin dan Bodin menggelar tikar dan
meletakkan di atasnya pelita, kulit jagung dan tembakau, menyan madu

sebesar biji kemiri, pisau untuk mengirisnya serta sebuah kendi.
“Ayo, mari kita merokok dan minum seadanya!” Para tamu mencabik

kulit jagung, merapikannya dengan pisau, menaruh tembakau dan
kemenyan lalu melintingnya.”11

Nukilan di atas diambil dari terjemahan Serat Centhini, yang ditulis
oleh tiga pujangga atas prakarsa putra mahkota Kerajaan Surakarta,
Pangeran Adipati Anom Hamengkunegoro III; proses penulisannya
dimulai sekira tahun 1814, dan lahir “di zaman huru-hara manusia dan
alamnya”, yaitu ketika Gunung Merapi meletus hebat tahun 1822 dan
pemberontakan Pangeran Diponegoro mendidih di Yogyakarta, tahun
1825-1830. Ketika suluk ini digurat, kebiasaan merokok memang telah
meluas di kalangan masyarakat Jawa. Tetapi dua abad sebelumnya,
kebiasaan merokok bermula dari junjungan masyarakat Jawa dalam
lingkungan Keraton Mataram, Sultan Agung.

Beberapa catatan mengenai kunjungan duta VOC ke Keraton
Mataram tahun 1622 dan 1623 mencantumkan kebiasaan Sultan
Agung yang rupa-rupanya adalah perokok kelas berat. Menurut Dr.
H. De Haen, duta VOC tersebut, selama audiensi Sultan Agung terus
merokok dengan menggunakan pipa berlapis perak. Seorang perutusan
VOC yang lain menuturkan, ia pernah melihat Sultan Agung sedang
memeriksa latihan perang-perangan. Sri Baginda memandang ke depan
sambil terus menerus merokok didampingi seorang pembantunya, yang
dengan segera mengacungkan upet (tali api-api) yang dibawanya, begitu
rokok Sri Baginda mati.12

11 Inandiak, Elizabeth D., & Lesmana, Laddy, Centhini: Minggatnya Cebolang, Galang press, Yog-
yakarta: 2005, hal. 104.

12 Budiman, Onghokham, op. cit., hal 84.

35
   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56