Page 52 - Membunuh Indonesia
P. 52
BUNUH INDONESIA KRETEK
Yang Tanggal dan Tinggal dalam

Ingatan Kebudayaan

Pada masa itu, sebagai budaya yang dibawa oleh kolonialis Belanda,
kebiasaan merokok memang baru terbatas pada lingkungan dalam
Keraton13. Seperti diungkapkan Solichin Salam dalam Kudus dan Sejarah
Rokok Kretek, tahun 1624, para pembesar Jawa di Keraton Kartasura
sudah gemar menghisap rokok dari tembakau.14 Sedangkan kebiasaan
yang lazim dilakukan oleh rakyat jelata dalam menikmati tembakau
pada masa itu masih berupa mengunyah sirih pinang.15

Perdagangan sigaret diperkirakan baru merambah kalangan masya-
rakat Jawa beberapa tahun setelah titimangsa yang disebutkan oleh
Solichin Salam di atas. Perkiraan ini, sebagaimana disebutkan dalam
Rokok Kretek: Lintasan Sejarah dan Artinya Bagi Pembangunan Bangsa
dan Negara (Amen Budiman & Onghokham, 1987), terlihat dalam
riwayat Pranacitra, sebuah kisah yang berlatar kesultanan Mataram,
pada paro pertama abad ke-17. Legenda ini banyak dikenal sebagai cerita
tentang seorang perempuan bernama Rara Mendut, ikon perempuan
yang belakang hari kerap disebut dalam interpretasi ulang tentang kretek
dan perempuan.

Kisah tentang Rara Mendut bermula ketika Sultan Agung berhasil
menumpas pemberontakan Pati tahun 1627. Kala itu, karena keme-
nangannya, pasukan Mataram yang dipimpin oleh Tumenggung Wira-
guna membawa pulang banyak harta rampasan. Di antaranya adalah
seorang perempuan jelita bernama Rara Mendut. Sebagai tanda terima

13 Tradisi mengisap tembakau dengan pipa juga diikuti oleh pengganti Sultan Agung, Sunan

Amangkurat I, seperti dikabarkan oleh duta VOC Zebald Wonderer dan Jan Barentszoon

yang mengunjungi Keraton Mataram di tahun 1645. Sedang sebuah informasi dari kurun

yang lebih muda, yakni awal abad XVIII, menyebutkan hal serupa dilakukan oleh raja Mata-

ram Sunan Pakubuwono I (1703-1719), putra Sunan Amangkurat I. Catatan mengenai ini

dibuat oleh seorang pendeta VOC, F. Valentijn, yang pernah mengunjungi istana Mataram

pada masa pemerintahan Sunan Pakubuwono I. Menurut Valentijn, di samping para pen-

jaga, sejumlah abdi juga selalu berjaga di dekat Sri Baginda, masing-masing dengan tugas

khusus. Salah seorang di antaranya membawa sepotong buluh, alat merokok Sri Baginda,

dan seorang yang lain membawa tempurung kelapa untuk menaruh tembakau yang oleh

duta VOC disebut “boengkoezen” (bungkus), yakni tembakau yang telah digulung menggu-

nakan daun.

14 “Sigaret Kretek, Tonggak Bangsa”, J.A. Noertjahyo, http://heritageofjava.com/portal/article.

php?story=20090326214811510 (diakses tanggal 12 Mei 2011).

36 15 “Legenda Sungai Gajah Wong Yogyakarta”, http://jogjaicon.blogspot.com/2011/03/legen-
da-sungai-gajah-wong-yogyakarta.html (diakses tanggal 12 Mei 2011).
   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57