Page 41 - Perempuan Berbicara Kretek
P. 41
eka Yang Mencintai Kretek
Abmi Handayani

Menghisap kretek adalah mengingat nenek dan kebun kelapanya. Siang
hari seusai berkebun, biasanya nenek—atau Mama Tua, seperti orang kampung
dan cucu-cucunya memanggilnya—istirahat di gubuk kayunya yang terletak di
tengah kebun. Bernaung atap sederhana dan dedaunan dari pohon kelapa yang
menjulang, ia akan melakukan ritualnya saban hari dan berharap cucu-cucunya
tidak akan datang untuk minta dicarikan kutu. Di pondok sederhananya itu,
ia menghayati suara laut yang tidak jauh dari kebun. Dan mengingat anak-
cucunya yang merantau. Seperti dukun-dukun yang umumnya mengepulkan
doa-doa melalui hembusan asap kretek, Mama Tua pun berdoa. Untuk
memanggil pulang anak-cucunya.

Beberapa tahun setelah menemukan ritual nenek, saya bertemu teman
yang juga cerita tentang ritual personalnya dengan kretek. Willy namanya.
Dalam keriuhan warung soto Kudus, Willy bercerita kalau ia rindu sekali
mendaki gunung dan melaksanakan ritualnya. Ia membayangkan perjalanan
menuju puncak dimana hanya akan ada teman-teman yang sudah akrab kental
dan tumbuhan. Ia membayangkan perjalanan berjam-jam melalui jalan setapak
sebelum menjelang puncak dan mendirikan tenda di sana. Kemudian ia dan
teman-temannya akan menyalakan api unggun, menjerang air, mengopi, dan
mengkretek sambil menikmati matahari yang terbenam atau terbit keesokan

29
   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46