Page 38 - Perempuan Berbicara Kretek
P. 38
EMPUAN BERBICARA KRETEK

ingin menikmati hidup dengan menyenangkan, indah, dan nyaman, perlu terus
meningkatkan ilmu dan ketrampilan diri dalam mensikapi perbedaan. Berjalan
di atas air tentu merupakan suatu mukjizat. Namun berjalan di atas bumi ini
dengan damai adalah mukjizat yang lebih besar (John Gray, 2001).

Sejarah telah memberi kita banyak contoh bagaimana cara perempuan
menanggapi perbedaan yang mengusik nuraninya. Margaret Sanger, seorang
dokter di New York, melihat kesulitan yang dihadapi wanita yang memiliki
keluarga besar. Banyak wanita menjadi miskin dan kesehatannya buruk.
Alih-alih menyalahkan dan memprotes pemerintah atau menghakimi para
perempuan yang mau saja memiliki banyak anak. Sanger mendorong mereka
untuk membatasi jumlah kelahiran dengan menggunakan kontrasepsi. Pada
waktu itu, menyebar info untuk membatasi kelahiran adalah tindakan melawan
hukum. Akhirnya tahun 1937, hukum mengijinkan para dokter untuk membuat
resep kontrasepsi.

Elizabeth Fry rajin mengunjungi penjara Newgate, yang merupakan
penjara perempuan terbesar di Inggris. Fry tidak memandang apa kesalahan
mereka hingga dipenjara. Fry meyakinkan mereka dengan berbicara lemah
lembut, mendorong mereka untuk bekerja bersama memperbaiki kehidupan,
membuat sekolah untuk anak-anak di sel yang kosong, membacakan cerita
untuk menghibur dan mendidik perempuan dan anak-anak, serta memberi
mereka uang saat mereka dapat menyelesaikan jahitannya. Fry berhasil
menaikkan kondisi kehidupan di penjara tersebut sehingga pemimpin penjara
meniru pendekatannya.

Sejarah panjang Indonesia memiliki R.A. Kartini yang merasa terusik
nuraninya manakala menghadapi kenyataan bahwa perempuan memiliki
kedudukan di bawah pria dalam segala hal: pendidikan, kemasyarakatan,
bahkan dalam perkawinan. Beliau menyadari bahwa hal ini disebabkan karena
sejak kecil, anak laki-laki sudah dilebih-lebihkan daripada anak perempuan,
bahkan diajar merendahkan derajat anak perempuan. R.A. Kartini beranggapan
bahwa perempuan juga yang harus berusaha mengangkat derajatnya sendiri
melalui jalan pendidikan. Dalam suratnya kepada Ny. Abendanon (1901),
ia menyampaikan bahwa bukan karena perempuan dipandang cakap untuk

26
   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43