Page 59 - Membunuh Indonesia
P. 59
TEK MEMBUNUH INDONESIA
Yang Tanggal dan Tinggal dalam
Ingatan Kebudayaan

petani, karena apabila berhasil mereka akan mendapatkan f 50, per bahu
untuk tembakau kualitas rendah dan f 90,- untuk kualitas terbaik. Harga
ini hampir seimbang dengan harga tebasan tebu per bahu, yaitu f 85,-.
Tahun berikutnya musibah datang. Panen gagal karena dampak letusan
abu Gunung Merapi. Tahun 1834, di Kabupaten Bojonegoro dilakukan
uji coba penanaman tembakau luar negeri, yaitu Manilla dan Havana.
Hasilnya memberi harapan untuk ditanam lebih lanjut pada tahun yang
akan datang.22 Tetapi, sampai tahun 1835, petani terus merugi karena
tanaman tidak begitu berhasil. Kemungkinan disebabkan karena petani
kurang terbiasa dengan tanaman jenis baru ini, di samping akibat musim
kemarau panjang yang merusak tembakau.23

Antara tahun 1836 dan tahun 1845, tembakau tampaknya menjadi
jenis tanaman yang penting—dan wajib ditanam—di bawah sistem
Tanam Paksa, selain tanaman ‘tiga besar’ lainnya: tebu, kopi, dan nila.
Jika ekspor tembakau dari hasil pertanian rakyat di luar Tanam Paksa juga
diperhitungkan, kenaikan ekspor tembakau dari Jawa pada masa Tanam
Paksa bisa dikatakan cukup baik. Sebagai ilustrasi, berikut adalah hasil
produksi padi, kopi, gula, tembakau dan kanel di Karesidenan Rembang
antara tahun 1841 sampai 1845:24

Rembang Tahun 1841-1845 (dalam pikul)

Tahun Padi Kopi Tebu Tembakau Kanel

1841 976.575 1.036,5 7.576 5.631 377

1842 941.253 682 9.153 8.596 742

1843 959.647 2.546 10.706 11.589 973

1844 518.559 1.938 5.037 17.390 973

1845 911.811 1.514 ­ ­ 496

Rata­rata 861.569 1.420,5 8.118 10.801,5 712,2

Sumber: TNI, 1849, I. Residentie Rembang in het jaar 1845, Anonim, hal. 410

22 Handayani, op. cit. 43
23 “Dulu Sekarang Sami Mawon”, Faiz Manshur, http://ekonomi.kompasiana.com/bis-

nis/2010/04/04/kilas-balik-petani-tembakau-kedu/ (diakses tanggal 16 Juli 2011).
24 Handayani, op. cit.
   54   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64