Page 44 - Membunuh Indonesia
P. 44
BUNUH INDONESIA KRETEK
Yang Tanggal dan Tinggal dalam
Ingatan Kebudayaan
Sepenggal tulisan ini menggambarkan bahwa sejarah pernah men-
catat kelobot (rokok kretek yang dibungkus dengan daun jagung), sebagai
salah satu simbol pergerakan nasional, ketika mahasiswa-mahasiswa
Indonesia menimba ilmu di Belanda.1 Nyaris tak terbayangkan, betapa
bangganya kaum nasionalis muda Indonesia pada masa itu, terhadap
kretek. Jika berbagai preseden di atas, bersama banyak yang lainnya,
dibaca secara jernih dan obyektif, maka tak berlebihan rasanya jika kretek
dipandang setara dengan simbol-simbol tradisi yang telah kita kenal dan
menumbuhbesarkan kita. Tak ubahnya rendang, pempek, atau gudeg.
Tak heran jika Hanusz, dalam kutipan di atas, menyebut kemunculan
kretek sebagai produk yang merepresentasikan tradisi masyarakat
pribumi Indonesia: suka membumbui hal-hal di sana dan di sini,
selain juga sebagai konsekuensi dari sejarah. Jauh sebelum Indonesia
mendeklarasikan kemerdekaan, kretek telah menjadi bagian dari rasam
yang menumbuhkan apa yang kini kita sebut kebudayaan nasional. Secara
ekonomi, kretek bahkan mengalami kejayaan nyaris serupa dengan yang
dialami cengkeh di Kepulauan Maluku pada abad pertengahan. Kisah
sukses ini tecermin dalam riwayat Nitisemito, pemilik NV Tjap Bal
Tiga—salah satu perusahaan bumiputera terbesar, tertua dan paling
awal yang pernah didirikan di Hindia Belanda—yang dikabarkan mampu
membayar akuntan Belanda HJ Voren di perusahaannya dan akuntan
dari pemerintah kolonial bernama Poolman2 dalam menjalankan
bisnisnya, dan pada tahun 1924 telah mempekerjakan lebih dari lima
belas ribu orang pegawai.
Bagaimanapun, kejayaan kretek—yang hingga kini masih menguasai
pasar Indonesia—sangat dipengaruhi oleh sejarah panjang yang melekat
di punggungnya, dan keunikan yang menjadikan kretek sebagai produk
khas dan tak tergantikan: unsur rempah Nusantara yang, pada suatu
masa dulu, nilainya setara dengan emas, cengkeh.
1 “Kopi Tubruk Simbol Pergerakan Nasional”, Kompas, 5 April 2010.
2 “Sigaret Kretek, Tonggak Bangsa”, J.A. Noertjahyo, http://heritageofjava.com/portal/article.
php?story=20090326214811510 (diakses tanggal 12 Mei 2011).
28
Yang Tanggal dan Tinggal dalam
Ingatan Kebudayaan
Sepenggal tulisan ini menggambarkan bahwa sejarah pernah men-
catat kelobot (rokok kretek yang dibungkus dengan daun jagung), sebagai
salah satu simbol pergerakan nasional, ketika mahasiswa-mahasiswa
Indonesia menimba ilmu di Belanda.1 Nyaris tak terbayangkan, betapa
bangganya kaum nasionalis muda Indonesia pada masa itu, terhadap
kretek. Jika berbagai preseden di atas, bersama banyak yang lainnya,
dibaca secara jernih dan obyektif, maka tak berlebihan rasanya jika kretek
dipandang setara dengan simbol-simbol tradisi yang telah kita kenal dan
menumbuhbesarkan kita. Tak ubahnya rendang, pempek, atau gudeg.
Tak heran jika Hanusz, dalam kutipan di atas, menyebut kemunculan
kretek sebagai produk yang merepresentasikan tradisi masyarakat
pribumi Indonesia: suka membumbui hal-hal di sana dan di sini,
selain juga sebagai konsekuensi dari sejarah. Jauh sebelum Indonesia
mendeklarasikan kemerdekaan, kretek telah menjadi bagian dari rasam
yang menumbuhkan apa yang kini kita sebut kebudayaan nasional. Secara
ekonomi, kretek bahkan mengalami kejayaan nyaris serupa dengan yang
dialami cengkeh di Kepulauan Maluku pada abad pertengahan. Kisah
sukses ini tecermin dalam riwayat Nitisemito, pemilik NV Tjap Bal
Tiga—salah satu perusahaan bumiputera terbesar, tertua dan paling
awal yang pernah didirikan di Hindia Belanda—yang dikabarkan mampu
membayar akuntan Belanda HJ Voren di perusahaannya dan akuntan
dari pemerintah kolonial bernama Poolman2 dalam menjalankan
bisnisnya, dan pada tahun 1924 telah mempekerjakan lebih dari lima
belas ribu orang pegawai.
Bagaimanapun, kejayaan kretek—yang hingga kini masih menguasai
pasar Indonesia—sangat dipengaruhi oleh sejarah panjang yang melekat
di punggungnya, dan keunikan yang menjadikan kretek sebagai produk
khas dan tak tergantikan: unsur rempah Nusantara yang, pada suatu
masa dulu, nilainya setara dengan emas, cengkeh.
1 “Kopi Tubruk Simbol Pergerakan Nasional”, Kompas, 5 April 2010.
2 “Sigaret Kretek, Tonggak Bangsa”, J.A. Noertjahyo, http://heritageofjava.com/portal/article.
php?story=20090326214811510 (diakses tanggal 12 Mei 2011).
28