Page 23 - Kretek: Kemandirian dan Kedaulatan Bangsa Indonesia
P. 23
KRETEK DALAM KEBUDAYAAN
BANGSA INDONESIA
Puntung Rokok Rara Mendut
Kisah tentang Rara Mendut diperkirakan terjadi pada 1627, saat utusan Sultan
Agung yang bernama Tumenggung Wiraguna berhasil menumpas pemberontakan
Pati. Sebagai imbalan atas keberhasilan ini Sultan Agung menghadiahkan Rara
Mendut kepada Tumenggung Wiraguna. Ia menolak dan akibatnya harus membayar
pajak setiap harinya, yang dipenuhi dengan memperdagangkan tembakau sompok
dari Imogori, daun klobot, bumbu-bumbu, dan wur. Begini alasan Rara Mendut
tentang larismanis dagangannya, “Tentu saja, karena rokok itu bekas kena bibirku
dan telah leceh dengan air ludahku yang manis dan harum.”
Kebiasaan Pangeran Diponegoro
Mengunyah sirih adalah salah satu dari sedikit kebiasaan Pangeran Diponegoro.
Sehari-hari ia biasa terus-menerus memamah sirih, sehingga ia dapat menghi-
tung berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengunyah seracikan kapur, daun
sirih, dan pinang. Pangeran juga mengisap rokok jawa, sigaret tebal yang dilin-
ting dengan tangan sendiri, sejenis cerutu yang terbuat dari tembakau lokal yang
dibungkus daun jagung.
Sebagai Teman Perjamuan
“Sekembalinya ke mesjid, Modin dan Bodin menggelar tikar dan meletakkan di
atasnya pelita, kulit jagung dan tembakau, menyan madu sebesar biji kemiri, pisau
untuk mengirisnya serta sebuah kendi. ‘Ayo, mari kita merokok dan minum se-
adanya!’ Para tamu mencabik kulit jagung, merapikannya dengan pisau, menaruh
tembakau dan kemenyan lalu melintingnya.”
- Nukilan Serat Centhini
Sebagai Simbol Pergerakan Nasional
“Kopinya bukan kopi saringan, tetapi kopi tubruk sebab kopi ini katanya nationaal,
gulanya gula jawa. Susu tidak dipakai sebab tidak nationaal. Rokoknya kelobot.
Selamatan nationaal ini terus (berlangsung-ed.) sampai pagi hari.”
Abdul Rivai dalam Bintang Timoer, 3 Oktober 1927
22
BANGSA INDONESIA
Puntung Rokok Rara Mendut
Kisah tentang Rara Mendut diperkirakan terjadi pada 1627, saat utusan Sultan
Agung yang bernama Tumenggung Wiraguna berhasil menumpas pemberontakan
Pati. Sebagai imbalan atas keberhasilan ini Sultan Agung menghadiahkan Rara
Mendut kepada Tumenggung Wiraguna. Ia menolak dan akibatnya harus membayar
pajak setiap harinya, yang dipenuhi dengan memperdagangkan tembakau sompok
dari Imogori, daun klobot, bumbu-bumbu, dan wur. Begini alasan Rara Mendut
tentang larismanis dagangannya, “Tentu saja, karena rokok itu bekas kena bibirku
dan telah leceh dengan air ludahku yang manis dan harum.”
Kebiasaan Pangeran Diponegoro
Mengunyah sirih adalah salah satu dari sedikit kebiasaan Pangeran Diponegoro.
Sehari-hari ia biasa terus-menerus memamah sirih, sehingga ia dapat menghi-
tung berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengunyah seracikan kapur, daun
sirih, dan pinang. Pangeran juga mengisap rokok jawa, sigaret tebal yang dilin-
ting dengan tangan sendiri, sejenis cerutu yang terbuat dari tembakau lokal yang
dibungkus daun jagung.
Sebagai Teman Perjamuan
“Sekembalinya ke mesjid, Modin dan Bodin menggelar tikar dan meletakkan di
atasnya pelita, kulit jagung dan tembakau, menyan madu sebesar biji kemiri, pisau
untuk mengirisnya serta sebuah kendi. ‘Ayo, mari kita merokok dan minum se-
adanya!’ Para tamu mencabik kulit jagung, merapikannya dengan pisau, menaruh
tembakau dan kemenyan lalu melintingnya.”
- Nukilan Serat Centhini
Sebagai Simbol Pergerakan Nasional
“Kopinya bukan kopi saringan, tetapi kopi tubruk sebab kopi ini katanya nationaal,
gulanya gula jawa. Susu tidak dipakai sebab tidak nationaal. Rokoknya kelobot.
Selamatan nationaal ini terus (berlangsung-ed.) sampai pagi hari.”
Abdul Rivai dalam Bintang Timoer, 3 Oktober 1927
22

