Page 82 - Ekspedisi Cengkeh
P. 82
a. Sebagai gambaran kecil, Negeri Sila yang dihuni 84 keluarga,
diperkirakan berdiaspora sampai 600 keluarga yang bersebaran di
Kota Ambon dan berbagai tempat lain di Nusantara.
Meski demikian, cengkeh menjadi penopang utama kehidupan yang
berkaitan dengan semua itu. Bagi yang bersekolah, biaya pendidikan
mereka yang dikirim oleh orangtua mereka dari Nusa Laut berasal
dari hasil panen cengkeh. Setiap panen, Albert Soselissa (65) yang
memiliki sekisar 60 batang cengkeh, menyimpan antara 30-40
karung untuk keperluan seperti itu. Dalam perkiraan pensiunan
Dinas Kehutanan Maluku ini, setiap kepala keluarga di Nusa Laut
rata-rata memiliki 20-25 batang. Pohon yang berbuah setahun sekali
ini memang menjadi penopang utama kehidupan warga Nusa Laut,
namun sandang pangan sehari-hari berasal dari buah berladang dan
tangkapan melaut.
Albert kini tinggal bertiga dengan istri dan seorang cucunya yang
bersekolah di bangku SMP. Keempat anaknya, di Ambon dan
Saparua, sudah berkeluarga. Pada pertemuan keluarga dalam suasana
Natal, Albert selalu membagikan cengkeh kering tabungannya
kepada cucu-cucunya --sebagai sebentuk angpao, hadiah hari raya.
“Kami lebih suka memberi cengkeh ke tiap cucu. Nilai cengkehnya
lebih besar daripada kalau dikasih uang. Tapi yang sekolah kita
utamakan. Kalau sudah dibagikan semua [ke cucu], terus ada yang
bilang ‘Saya mau bayar ini dan itu di sekolah’... Ya, masing-masing
pemberian itu kita kasih tahu ke setiap anak kalau akan ambil
sedikit-sedikit untuk menambahkan ke kakak sepupunya yang mau
bayar uang sekolah tadi,” jelas Albert.
Albert, mantan Raja Negeri Sila 2003-2009, mengatakan, semua itu
dilakukannya karena, “Ingat pesan datuk-datuk dulu bahwa cengkeh
pemberian para datuk bukan untuk foya-foya dan bukan untuk
cekcok,” tambahnya.
Tradisi merantau berjalinan juga dengan pengobatan tradisional
menggunakan cengkeh. Kebiasaan bepergian orang-orang Nusa
Laut, salah satunya, ke Pulau Seram untuk babalu (pukul sagu)
rupanya membawa malaria, demam yang kerap dihubungkan dengan
jazirah itu. Sudah biasa orang-orang tua Nusa Laut mengobati
penderita malaria dengan memasak daun cengkeh secukupnya
sampai airnya mendidih. Si penderita dipulihkan dengan bermandi
uap dan harus ditutup rapat-rapat, biasanya menggunakan sarung,
agar bisa memancing keringat sang penderita. Begitu keringatnya
54 | EKSPEDISI CENGKEH
diperkirakan berdiaspora sampai 600 keluarga yang bersebaran di
Kota Ambon dan berbagai tempat lain di Nusantara.
Meski demikian, cengkeh menjadi penopang utama kehidupan yang
berkaitan dengan semua itu. Bagi yang bersekolah, biaya pendidikan
mereka yang dikirim oleh orangtua mereka dari Nusa Laut berasal
dari hasil panen cengkeh. Setiap panen, Albert Soselissa (65) yang
memiliki sekisar 60 batang cengkeh, menyimpan antara 30-40
karung untuk keperluan seperti itu. Dalam perkiraan pensiunan
Dinas Kehutanan Maluku ini, setiap kepala keluarga di Nusa Laut
rata-rata memiliki 20-25 batang. Pohon yang berbuah setahun sekali
ini memang menjadi penopang utama kehidupan warga Nusa Laut,
namun sandang pangan sehari-hari berasal dari buah berladang dan
tangkapan melaut.
Albert kini tinggal bertiga dengan istri dan seorang cucunya yang
bersekolah di bangku SMP. Keempat anaknya, di Ambon dan
Saparua, sudah berkeluarga. Pada pertemuan keluarga dalam suasana
Natal, Albert selalu membagikan cengkeh kering tabungannya
kepada cucu-cucunya --sebagai sebentuk angpao, hadiah hari raya.
“Kami lebih suka memberi cengkeh ke tiap cucu. Nilai cengkehnya
lebih besar daripada kalau dikasih uang. Tapi yang sekolah kita
utamakan. Kalau sudah dibagikan semua [ke cucu], terus ada yang
bilang ‘Saya mau bayar ini dan itu di sekolah’... Ya, masing-masing
pemberian itu kita kasih tahu ke setiap anak kalau akan ambil
sedikit-sedikit untuk menambahkan ke kakak sepupunya yang mau
bayar uang sekolah tadi,” jelas Albert.
Albert, mantan Raja Negeri Sila 2003-2009, mengatakan, semua itu
dilakukannya karena, “Ingat pesan datuk-datuk dulu bahwa cengkeh
pemberian para datuk bukan untuk foya-foya dan bukan untuk
cekcok,” tambahnya.
Tradisi merantau berjalinan juga dengan pengobatan tradisional
menggunakan cengkeh. Kebiasaan bepergian orang-orang Nusa
Laut, salah satunya, ke Pulau Seram untuk babalu (pukul sagu)
rupanya membawa malaria, demam yang kerap dihubungkan dengan
jazirah itu. Sudah biasa orang-orang tua Nusa Laut mengobati
penderita malaria dengan memasak daun cengkeh secukupnya
sampai airnya mendidih. Si penderita dipulihkan dengan bermandi
uap dan harus ditutup rapat-rapat, biasanya menggunakan sarung,
agar bisa memancing keringat sang penderita. Begitu keringatnya
54 | EKSPEDISI CENGKEH

