Page 25 - Opini Akademik
P. 25
Dalam penjelasan Pasal 7 ayat (2), dinyatakan sebagai, (cukup jelas).
Pada konteks logika hukum itu bisa melahirkan beragam interprestasi
(multi interprestasi). Padahal nilai dasar dari hukum positif adalah adanya
kepastian makna —tidak boleh membuka peluang adanya penafsiran
ganda. Karena itu bisa menimbulkan problematika serius dari sudut
kepastian hukum.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 5 yang mengatur
setiap peraturan pemerintah harus mengandung asas antara lain: 1)
Asas dapat dilaksanakan, yaitu setiap pembentukan peraturan harus
memperhitungkan efektifitas peraturan itu di dalam masyarakat, baik
secara filosofis, yuridis maupun sosiologis; 2) Asas “kedayagunaan dan
kehasilgunaan” yaitu setiap pembuatan peraturan harus benar-benar
dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

Karena itu jika PP No. 109 Tahun 2012 tujuannya untuk melindungan
kesehatan masyarakat, mengapa di dalam PP itu pada Pasal 7 (2) mengatur
juga tentang diversifikasi produk tembakau yang tidak sejalan dengan
undang-undang induknya (UU tentang Kesehatan), bahkan hal itu lebih
tepat jika diatur melalui UU tentang Pertanian.

Pemecahan lahan pertanian tembakau dinilai sebagai diversifikasi
untuk menemukan tanaman lain selain tembakau. Melihat fakta
pertanian tembakau yang sudah lama berkembang di daerah-daerah
Indonesia, kebijakan diversifikasi ini dinilai kurang tepat untuk menggeser
pertanian tembakau yang ada, dimana kondisi tersebut sangat terkait
dengan mata pencaharian masyarakat yang sudah melembaga. Alih-alih
pertanian tidaklah semudah membalik telapak tangan. Kalau dorongan
pelaksanaan diversifikasi produk tembakau benar-benar akan dilakukan

15
   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30