Page 19 - Opini Akademik
P. 19
ulasi terkait rokok dan produk tembakau, seperti menetapkan defenisi
tembakau sebagai zat adiktif dalam “UU Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan” pada Pasal 113 ayat (2). Pengaturan secara eksklusif tersebut
juga mencerminkan adanya lobi kuat dari kelompok yang mempunyai
kepentingan intern terhadap peraturan tersebut.
Zat adiktif adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetik maupun semisintetik, yang dapat menyebabkan
“penurunan atau perubahan kesadaran”, mengurangi sampai
menghilangkan rasa sakit, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Dengan kata lain zat adiktif adalah zat-zat yang pemakaiannya dapat
menimbulkan ketergantungan fisik dan ketergantungan psikologis (drug
dependence) serta menggangu kesehatan. Namun jika istilah zat adiktif
hanya disandingkan dengan tembakau saja, hal itu dapat menimbulkan
penafsiran seolah-olah zat adiktif hanyalah tembakau.
Pada hal terdapat bermacam-macam jenis zat adiktif, seperti ganja,
opium, kokain, sedativa dan hipnotika, nikotin, alkohol dan lain-lain.
Fungsi daripada peraturan pemerintah pada dasarnya adalah untuk
melindungi warganya dari berbagai bahaya zat adiktif, karena itu
sebaiknya dicamtumkan semua jenis zat tersebut dalam suatu aturan yang
jelas dan tidak menimbulkan berbagai interpretasi dan menekan maupun
mempersempit kehidupan masyarakat.
Zat adiktif, apapun bentuknya termasuk tembakau, adalah zat
yang secara ilmiah dapat dinetralisasi. Namun demikian, informasi
ilmiah tentang zat adiktif yang terkandung dalam tembakau cenderung
didominasi oleh dampak yang merugikannya saja, sehingga memberi kesan
bahwa zat adiktif yang terkandung dalam tembakau sepenuhnya buruk,
dan selanjutnya menyimpulkan bahwa tembakau berbahaya. Penyimpulan
semacam itu mengabaikan bahwa tembakau juga mempunyai fungsi-
9
tembakau sebagai zat adiktif dalam “UU Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan” pada Pasal 113 ayat (2). Pengaturan secara eksklusif tersebut
juga mencerminkan adanya lobi kuat dari kelompok yang mempunyai
kepentingan intern terhadap peraturan tersebut.
Zat adiktif adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetik maupun semisintetik, yang dapat menyebabkan
“penurunan atau perubahan kesadaran”, mengurangi sampai
menghilangkan rasa sakit, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Dengan kata lain zat adiktif adalah zat-zat yang pemakaiannya dapat
menimbulkan ketergantungan fisik dan ketergantungan psikologis (drug
dependence) serta menggangu kesehatan. Namun jika istilah zat adiktif
hanya disandingkan dengan tembakau saja, hal itu dapat menimbulkan
penafsiran seolah-olah zat adiktif hanyalah tembakau.
Pada hal terdapat bermacam-macam jenis zat adiktif, seperti ganja,
opium, kokain, sedativa dan hipnotika, nikotin, alkohol dan lain-lain.
Fungsi daripada peraturan pemerintah pada dasarnya adalah untuk
melindungi warganya dari berbagai bahaya zat adiktif, karena itu
sebaiknya dicamtumkan semua jenis zat tersebut dalam suatu aturan yang
jelas dan tidak menimbulkan berbagai interpretasi dan menekan maupun
mempersempit kehidupan masyarakat.
Zat adiktif, apapun bentuknya termasuk tembakau, adalah zat
yang secara ilmiah dapat dinetralisasi. Namun demikian, informasi
ilmiah tentang zat adiktif yang terkandung dalam tembakau cenderung
didominasi oleh dampak yang merugikannya saja, sehingga memberi kesan
bahwa zat adiktif yang terkandung dalam tembakau sepenuhnya buruk,
dan selanjutnya menyimpulkan bahwa tembakau berbahaya. Penyimpulan
semacam itu mengabaikan bahwa tembakau juga mempunyai fungsi-
9

