Page 14 - Opini Akademik
P. 14
aan rakyat menggantungkan hidup dalam temali mata rantai dari
sektor ini. Tembakau dan rokok juga merupakan satu-satunya industri
nasional yang terintegrasi dari hulu sampai ke hilir, yang dikelola dengan
sumber daya dalam negeri (tenaga kerja dan bahan baku). Ditengah gejala
de-industrialisasi yang ditandai dengan keterpurukan wajah industri
nasional, oleh globalisasi dan perdagangan bebas, tindakan memaksakan
standarisasi aturan yang berdampak ‘mematikan’ industri dalam negeri,
adalah cermin sikap yang bertentangan dengan semangat nasionalisme.
Beberapa kenyataan mengenai polemik mengenai industri hasil
tembakau diatas menggambarkan bahwa pembatasan terhadap industri
tembakau dan rokok, harus dilihat secara komprehensif dari bebagai segi
dan sudut pandang, terutama berkenaan dengan hak-hak ekonomi, sosial,
dan budaya, secara komprehensif, serta lintas disipilin ilmu (interdisipliner).
Atas dasar pemikiran itu, diperlukan pandangan sejumlah ahli dari
dari berbagai bidang dan disiplin ilmu mengenai PP No. 19 Tahun 2003
tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa
Tembakau Kesehatan, yang kemudian terangkum dalam bentuk “Opini
Akademik”. Para ahli yang telah dihubungi dan bersedia memberikan
penilaian terhadap PP tersebut adalah sejumlah nama-nama dibawah ini:
1. Prof. Dr. Bambang Widodo Umar (Ahli Sosiologi Hukum,
Universitas Indonsia);
2. Prof. Dr. Muhammad Mustofa (Kriminolog, Universitas Indonesia);
3. Prof. Dr. Soedjito, SH (Ahli Hukum, Ketua Pusat Studi Pancasila,
Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada);
4. Prof. Ahmad Erani Yustika (Ekonom, Komisioner Badan Supervisi
Bank Indonesia (BSBI), Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas
Brawijaya);
4
sektor ini. Tembakau dan rokok juga merupakan satu-satunya industri
nasional yang terintegrasi dari hulu sampai ke hilir, yang dikelola dengan
sumber daya dalam negeri (tenaga kerja dan bahan baku). Ditengah gejala
de-industrialisasi yang ditandai dengan keterpurukan wajah industri
nasional, oleh globalisasi dan perdagangan bebas, tindakan memaksakan
standarisasi aturan yang berdampak ‘mematikan’ industri dalam negeri,
adalah cermin sikap yang bertentangan dengan semangat nasionalisme.
Beberapa kenyataan mengenai polemik mengenai industri hasil
tembakau diatas menggambarkan bahwa pembatasan terhadap industri
tembakau dan rokok, harus dilihat secara komprehensif dari bebagai segi
dan sudut pandang, terutama berkenaan dengan hak-hak ekonomi, sosial,
dan budaya, secara komprehensif, serta lintas disipilin ilmu (interdisipliner).
Atas dasar pemikiran itu, diperlukan pandangan sejumlah ahli dari
dari berbagai bidang dan disiplin ilmu mengenai PP No. 19 Tahun 2003
tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa
Tembakau Kesehatan, yang kemudian terangkum dalam bentuk “Opini
Akademik”. Para ahli yang telah dihubungi dan bersedia memberikan
penilaian terhadap PP tersebut adalah sejumlah nama-nama dibawah ini:
1. Prof. Dr. Bambang Widodo Umar (Ahli Sosiologi Hukum,
Universitas Indonsia);
2. Prof. Dr. Muhammad Mustofa (Kriminolog, Universitas Indonesia);
3. Prof. Dr. Soedjito, SH (Ahli Hukum, Ketua Pusat Studi Pancasila,
Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada);
4. Prof. Ahmad Erani Yustika (Ekonom, Komisioner Badan Supervisi
Bank Indonesia (BSBI), Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas
Brawijaya);
4

