Bukukretek.com adalah pusat dokumentasi literatur-literatur yang berkaitan dengan kretek. Situs ini dikembangkan sebagai sarana belajar bersama, supaya makin banyak orang yang mengenal warisan budaya bangsa bernama kretek dan bahu-membahu melestarikannya.
Buku Kretek
Berikut adalah buku-buku kretek yang bisa Anda unduh secara gratis atau baca secara online.
Indonesia adalah negeri penghasil tembakau dan penghasil cengkeh sekaligus. Dari pengolahan dan racikan tembakau dan cengkeh inilah yang melahirkan "rokok cengkeh", atau yang lebih dikenal dengan sebutan kretek.
Kudus, tempat pertama kali kretek ditemukan dan diproduksi massal kemudian dikenal sebagai "Kota Kretek", dan salah seorang pembentuk industri ini, Haji Nitisemito, dikenang sebagai "raja kretek". Identitas ini sekaligus menandakan pentingnya kedudukan industri pengolahan tembakau dan cengkeh dalam ekonomi Indonesia, dari sebelum terbentuknya Republik Indonesia sampai sekarang.
Identitas ini pula yang melekatkan kretek dengan Indonesia, sebagaimana cerutu dengan Kuba, atau sepakbola dengan Inggris dan Brazil. Karena kretek tidak dibuat di AS atau Eropa.
Industri rokok kretek telah mengalami perjalanan yang panjang, lebih dari 120 tahun. Setelah melewati berbagai kesulitan, bahkan nyaris hancur berkeping-keping dalam periode singkat gelombang pasang fasisme-militerisme Jepang, industri kretek mampu bangkit lagi. Dan selama dua dekade terakhir mengecap masa keemasannya.
Namun, lagi-lagi, kini industri kretek dihadapkan dengan tantangan global dalam bentuk hambatan-hambatan perdagangan --yang menampakkan sosok melalui rezim kesehatan dunia-- bahkan barikade-barikade perdagangan yang dibentuk di negerinya sendiri.
Dunia Iskandar
Nuran Wibisono
Penerbit
Indonesia Berdikari
ISBN
978-602-99292-9-4
2013
Edisi
Cetakan pertama, Mei 2013
Ukuran
15 x 23 cm
Halaman
180
Sinopsis
Tembakau dicaci di mana-mana. Gerakan global anti-tembakau dijalankan. Seiring dengan itu, petani digiring untuk tidak lagi menanam tembakau. Teori disajikan, bahwa non-tembakau jauh lebih menguntungkan. Semua itu sepaket dengan tudingan bahwa industri rokok terus-menerus merugikan petani.
Di beberapa daerah, petani tembakau mungkin memang tak kunjung sejahtera. Namun, di banyak tempat lain, tudingan-tudingan itu bisa runtuh seketika. Di Lombok, salah satunya. Gairah menanam tembakau di sana begitu tinggi, karena pencapaian ekonomi para petani akibat berkah tembakau sudah terbukti. Lebih dari itu, hubungan antara petani dan perusahaan rokok begitu mesra. Wajar saja, sebab di sana sistem kemitraan sudah berjalan mapan. Dari situlah relasi saling menguntungkan antara petani dan industri terus terjaga. Petani tembakau di Lombok pun tumbuh menjadi petani yang terampil dalam teknologi budidaya, ber-mindset entrepeneur, dan bersama mitra industri kompak berjuang memciptakan keuntungan bersama.
Di balik harmoninya hubungan petani dan pabrikan di Lombok, ada salah satu sosok inspiratif yang punya andil besar. Haji Iskandar, namanya, Perjalanannya adalah wajah humanis industri rokok yang sangat jarang diangkat. Buku ini berkisah tentang dia.
Ekspedisi Cengkeh
Puthut EA, dkk.
Penerbit
Layar Nusa
ISBN
978-602-1963-67-8
2013
Edisi
Cetakan pertama, November 2013
Ukuran
15 x 24 cm
Halaman
298
Sinopsis
Cengkeh, komoditas unik, misterius, dan serba guna. Zaman Pencerahan dan Revolusi Industri berhutang budi kepadanya. Disusul dengan perang panjang dan pertumpahan darah. Diselundupkan keluar dari daerah asalnya untuk ditanam di tempat lain. Cengkeh hampir tinggal jadi sejarah, hingga industri rokok kretek menyelamatkannya. Namun komoditas asli maluku ini menghadapi tantangan yang tak kunjung usai.
Ekspedisi ini mendatangi daerah jantung muasal cengkeh. Mendokumentasikan dari dekat dunia termutakhir dengkeh dengan berbagai perniknya. Disajikan dengan gairah petualangan: tulisan yag bernas dan diperkaya dengan visual menarik. Buku yang layak Anda koleksi.
Hitam Putih Tembakau
Andi Rahman Alamsyah, dkk.
Penerbit
Fisip UI Press
ISBN
978-979-1040-22-8
2011
Edisi
Cetakan pertama
Ukuran
14 x 21 cm
Halaman
224
Sinopsis
"Cerita petani tembakau dalam buku ini idealnya dibaca oleh pemerintah, baik pihak eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia pertembakauan Indonesia mempunyai cerita panjang. Pada cerita tersebut, pemerintah ikut-serta menjadi aktor, bahkan dalam konteks tertentu, menjadi sutradara. Selepas membaca buku ini, mestinya pemerintah tidak lagi menambah cerita panjang kegetiran dunia pertembakauan Indonesia melalui kebijakan dan segala peraturannya yang kontroversial. Masyarakat kelas bawah, terutama petani tembakau dan buruh pabrik kretek, sudah lama menginginkan ketenangan dan kesejahteraan hidup."
-- DR. SAID AQIL SIROJ (KETUA UMUM PENGURUS BESAR NAHDLATUL ULAMA)
Ironi Cukai Tembakau
Gugun El Guyanie, dkk.
Penerbit
Indonesia Berdikari
ISBN
-
2013
Edisi
Cetakan pertama, Mei 2013
Ukuran
-
Halaman
224
Sinopsis
Semua bermula dari pengertian yang tidak jernih tentang apa itu cukai. Kemudian berlanjut di tingkat tafsir yang dilakukan secara manasuka oleh pengambil kebijakan, dan berhilir pada karut-marut di tingkat implementasi, termasuk penyalahgunaan dana tersebut dan tentu saja menyimpan potensi korupsi. Semakin rumit lagi karena adanya dominasi rezim kesehatan di wilayah yang tidak seharusnya dimasuki.
Buku ini merupakan hasil penelitian dengan telaah mendalam atas kajian kebijakan dan investigasi yang jeli di tingkat lapangan tentang implementasi Dana Bagi Hasil-Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). penelitian ini dilakukan oleh tim kerja dengan latar-belakang keahlian yang berbeda sehingga kompleksitas persoalan DBH-CHT bisa dibuka lapis demi lapis, sudut demi sudut. Sebuah hasil penelitian yang akan menjernihkan persoalan, dan semoga mampu mengetuk kesadaran para pembaca atas sebuah persoalan yang sepertinya sengaja disimpan di laci tinggi agar kita semua tidak mampu mengambilnya.
Kretek: Kajian Ekonomi dan Budaya Empat Kota
Roem Topatimasang, Puthut EA, Hasriadi Ary
Penerbit
Indonesia Berdikari
ISBN
978-602-8493-11-6
Tahun
2010
Edisi
Cetakan pertama
Ukuran
22 x 28 cm
Halaman
172
Sinopsis
Rezim kesehatan dan perdagangan bebas dunia kini menekan pemerintah Indonesia untuk membatasi ketat industri rokok. Mereka juga mempengaruhi satu organisasi keagamaan terbesar negeri ini untuk mengeluarkan 'fatwa haram' atas rokok.
Bagi Indonesia, ini adalah genderang perang terhadap kretek, satu-satunya industri asli Indonesia yang mampu bertahan lebih dari satu abad terhadap gelombang krisis perekonomian dunia. Bahkan, merupakan salah satu penyumbang cukai terbesar ke kas negara, menjadi tumpuan hidup utama jutaan petani tembakau, petani cengkeh, pedangang kecil, dan buruh pabrik besar maupun rumahan.
Akankah kretek --warisan sejarah dan budaya unik nusantara-- nantinya benar-benar hanya akan dijumpai di museum?
Kretek: Kemandirian dan Kedaulatan Bangsa Indonesia
Nuran Wibisono & Marlutfi Yoandinas
Penerbit
KNPK
ISBN
978-602-14016-5-1
Tahun
2014
Edisi
Cetakan pertama
Ukuran
16 x 24 cm
Halaman
204
Sinopsis
Kretek menciptakan jutaan lapangan pekerjaan, menggerakkan perekonomian nasional, dan menjadi sumber pendapatan negara melalui cukai dan pajak. Dari hulu sampai hilir, produk ini memberi kontribusi ekonomi bagi bangsa.
Kretek adalah salah satu sokoguru industri nasional. Menjadi tugas kita semua untuk memajukan industri kretek Indonesia, bukan malah mematikannya.
Kretek Indonesia: Dari Nasionalisme hingga Warisan Budaya
S. Margana, dkk.
Penerbit
FIB UGM & Puskindo
ISBN
978-602-1217-03-0
Tahun
2014
Edisi
Cetakan pertama
Ukuran
-
Halaman
331
Sinopsis
Membincangkan tembakau tidak lagi semata-mata membicarakan suatu jenis tanaman, melainkan juga makna politis yang menyelubunginya.
Tembakau, dalam berbagai bentuk racikan, belakangan ini ramai diperdebatkan oleh banyak kalangan. Mulai dari pengampu kebijakan, aktivis, akademisi, bahkan hingga masyarakat biasa. Terlepas dari semua pro-kontra itu, racikan tembakau dan cengkeh yang dikenal sebagai kretek telah lama menjadi bagian realita sosial Indonesia.
Dalam buku ini, kretek digunakan untuk menafsirkan proses historis Indonesia, yang membawa kita pada kesadaran bahwa mempelajari kretek berarti juga mempelajari sejarah pergerakan, revolusi serta sejarah ekonomi dan sosial. Kretek Indonesia dilahiran dan dibesarkan dalam konteks penjajahan ketika dominasi kekuatan ekonomi kolonial tidak memberikan ruang bagi bumiputra untuk tumbuh dan berkembang.
Oleh karena itu, kelahiran dan pertumbuhan industri kretek Indonesia memunculkan dimensi lain dari perjuangan bangsa untuk memperoleh kebebasan dan membangun kemandirian ekonomi.
Buku ini juga membangkitkan sikap optimis terhadap kretek. Bahwa di balik segala kontroversi dan dinamikanya, kretek memiliki karakter sebagai heritage atau warisan kebudayaan yang menandai identitas kebngsaan Indonesia.
Kretek Pusaka Nusantara
Thomas Sunaryo
Penerbit
Serikat Kerakyatan Indonesia (Sakti)
ISBN
-
Tahun
2013
Edisi
Cetakan pertama, Mei 2013
Ukuran
16 x 24 cm
Halaman
174
Sinopsis
Rokok kretek dan bagaimana cara menikmatinya, bisa menggambarkan perkembangan peradaban masyarakat. Rokok kretek merupakan produk asli Indonesia yang unik dan diakui dunia. Bahan baku rokok retek adalah tembakau dan cengekh yang sebagian besar menggunakan sumber alam lokal. Industri rokok kretek sendiri merupakan industri yang padat modal, padat karya, dan memiliki andil besar dalam penerimaan cukai negara.
Kriminalisasi Berujung Monopoli
Salamuddin Daeng, dkk.
Penerbit
Indonesia Berdikari
ISBN
978-602-99292-0-1
Tahun
2011
Edisi
I
Ukuran
16 x 23 cm
Halaman
234
Sinopsis
Buku ini merupakan hasil kajian tentang posisi industri tembakau dan rokok nasional di tengah gencarnya kampanye anti tembakau internasional, yang diterjemahkan kongkrit dalam regulasi-regulasi di tingkat pusat maupun daerah. Judul Kriminalisasi Berujung Monopoli diilhami oleh maraknya kampanye anti tembakau yang diikuti dengan dibuatnya berbagai aturan hukum oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang seakan menjadikan kegiatan produksi, perdagangan serta konsumsi tembakau dan rokok sebagai kegiatan kriminal.
Tak banyak anggota masyarakat yang mengetahui dengan baik bahwa rujukan yang digunakan oleh para pembuat kebijakan untuk membuat aturan-aturan anti tembakau dan rokok di berbagai level itu adalah Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), sebuah perjanjian internasional yang hendak menyeragamkan aturan dan membatasi produk rokok dan tembakau. Kajian dalam buku ini dengan jelas menunjukkan bahwa perjanjian yang diadopsi oleh Organisasi Kesehatan DUnia (WHO) ini tidaklah “murni untuk kesehatan”. Ada kepentingan bisnis multinasional yang bermain dengan cantik di belakangnya. Kepentingan tersebut tampak dari pembiayaan kampanye anti rokok dan pembuatan UU, Peraturan Daerah (Perda), serta berbagai regulasi anti tembakau dan rokok lainnya dengan alasan kesehatan publik, yang ternyata bersumber dari perusahaan-perusahaan farmasi dan perusahaan-perusahaan rokok multinasional.
Buku ini merupakan ringkasan dari hasil penelitian yang dilakukan dari Oktober 2010 hingga Februari 2011 tentang masuknya kepentingan asing dalam regulasi pertembakauan di Indonesia.
Kudeta Putih
Syamsul Hadi, dkk.
Penerbit
Indonesia Berdikari
ISBN
978-602-99292-4-9
Tahun
2012
Edisi
Cetakan pertama, September 2012
Ukuran
16 x 23 cm
Halaman
228
Sinopsis
Buku ini menelisik fakta bagaimana kekuatan-kekuatan asing berhasil menguasai ekonomi Indonesia melalui perumusan dan penerapan berbagai aturan perundangan di level kelembagaan, dengan subtansi kebijakan yang sangat lengkap dan terperinci. Ironisnya, fakta negatif itu justru makin menggurita seiring dengan bergulirnya era reformasi dewasa ini.
Langkah-langkah perencanaan, penentuan dan pendiktean kebijakan oleh aneka kekuatan asing itu bisa disebut sebagai “Kudeta Putih”, sebuah pengambilalihan hak dan wewenang mengeksploitasi bumi Indonesia melalui aturan-aturan kelembagaan yang membuat kepentingan-kepentingan mereka dilegalkan dan bahkan dijamin secara konstitusional.
Secara subtansial praktek-praktek “Kudeta Putih” wajib digugat dan terus dipertanyakan, mengingat misi kemerdekaan bangsa ini bukanlah membangun “jembatan emas” guna memfasilitasi lalu lintas kepentingan asing agar bisa kembali menjajah negeri ini secara leluasa namun “konstitusional”. Seperti sering diungkapkan para pendiri bangsa, kemerdekaan mestinya menjadi “jembatan emas” bagi terwujudnya kemakmuran dan keadilan bagi bangsa ini sebagai tuan rumah yang berdaulat di negerinya sendiri.
Buku ini wajib dibaca oleh para mahasiswa, intelektual, aktivis sosial, wartawan, wakil rakyat dan siapa pun yang masih peduli dengan amanat kontitusi untuk mewujudkan perekonomian nasional atas dasar prinsip kerakyatan dan kebangsaan, dengan mengabdikan potensi besar penduduk dan kekayaan alam yang terkandung di bumi nusantara ini “untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Membunuh Indonesia
Abhisam DM, Hasriadi Ary, Miranda Harlan
Penerbit
Kata-Kata
ISBN
978-602-86723-0-6
Tahun
2011
Edisi
I
Ukuran
16 x 23 cm
Halaman
204
Sinopsis
Jangan salah paham, ini sama sekali bukan buku propaganda ajakan merokok. Buku dengan judul lengkap ‘Membunuh Indonesia: Konspirasi Global Penghancuran Kretek’ ini, hanyalah semacam jendela kecil untuk mengintip kondisi riil Indonesia.
Negeri ini ajang makan gratis kepentingan-kepentingan ekonomi global. Puluhan korporasi asing berpesta pora di sini. Dua di antara senjatanya adalah regulasi yang mereka titipkan pada pemerintah yang lemah, dan gempuran propaganda berkedok isu-isu mulia.
Gambaran kondisi Indonesia sebagaimana dipaparkan dalam buku ini, jelas merupakan gambaran makro. Dari kasus per kasus, buku Membunuh Indonesia menyajikan beberapa contoh. Misalnya bagaimana pertanian dan industri kopra di Indonesia hancur lebur karena kampanye Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat, yang menyebut bahwa minyak tropis sangat berbahaya dan menimbulkan penyumbatan pembuluh darah. Padahal ujungnya ketahuan, bahwa ternyata AMerika melemparkan produk minyak nabati ke pasar yang sebelumnya dikuasai ‘minyak tropis’, di mana salah satu penguasanya adalah Indonesia.
Saat riset terbaru menemukan VOC (virgin coconut oil) dan membuktikan minyak tropis justru memiliki efek penyembuh, pertanian dan industri kopra Indonesia sudah terlanjur remuk, tak mampu bangun lagi. COntoh lain juga ditampilkan, yakni industri garam dan gula. Nah, industri kretek kini yang ketiban gilirannya.
Dalam buku Membunuh Indonesia, lebih lanjut dipaparkan tentang sejarah kretek, peran kretek dalam kehidupan berbudaya di Nusantara, juga betapa signifikannya andil industri kretek dalam struktur ekonomi Indonesia.
Mereka yang Melampaui Waktu
Sigit Budhi Setiawan dan Marlutfi Yoandinas
Penerbit
Layar Nusa
ISBN
978-602-8384-71-1
Tahun
2013
Edisi
I
Ukuran
16 x 23 cm
Halaman
210
Sinopsis
Rangkaian kisah inspiratif tentang orang-orang yang berumur panjang, bahagia, sehat, dan produktif. Buku apik yang berhasil memotret dari sisi-sisi paling manusiawi tentang daya hidup manusia Indonesia untuk melampaui waktu dengan tetap bermartabat.
Buku ini dilengkapi dengan dua film dokumenter oleh sutradara muda Indonesia yang sangat berbakat. Sebuah buku yang tidak akan mudah Anda lupakan.
Muslihat Kapitalis Global
Okta Pinanjaya, Waskito Giri Sasongko
Penerbit
Indonesia Berdikari
ISBN
978-602-99292-2-5
Tahun
2012
Edisi
I
Ukuran
16 x 23 cm
Halaman
202
Sinopsis
Barangkali, sebagian orang di antara kita yang dibesarkan dalam suatu keyakinan bahwa kapitalisme adalah sinonim dengan pasar bebas dan demokrasi akan terkejut, ketika tahu bahwa apa yang disebut globalisasi pasar bebas sebenarnya telah direncanakan secara terpusat oleh sindikasi korporasi global yang besarnya melebihi ukuran banyak negara. Konsolidasi modal melalui merger (penggabungan) dan akuisisi (pencaplokan) serta aliansi strategis antar perusahaan besar dunia membuat kendali pasar dunia jatuh ke tangan segelintir konglomerasi global. Implikasinya sistem politik global pun jelas tidak ‘suci’ dari rekayasa sosial yang jauh hari telah dirancang oleh kepentingan korporasi global, ditambah hegemoni “rezim pengetahuan” ikut berperan besar dalam memuluskan jalan kepentingannya.
Kita semua akan tambah terkejut ketika tahu, gerakan anti tembakau global senyatanya adalah muslihat kapitalisme global melalui persekutuan dua korporasi besar, yakni Rockefeller-Morgan. Kedua antitas konglomerasi bisnis ini telah mengonsolidasikan kendali industri perekonomian nasional Amerika secara umum, yakni dengan mengeliminasi potensi konflik kepentingan dan kompetisi pasar yang merugikan satu sama lain lewat pembentukan sebuah sindikasi korporasi. Sementara Johny Hopkins University dan lembaga akademis lainnya, yang menjadi mitra sindikasi Rockefeller-Morgan, berperan sebagai otoritas yang “mengendalikan rasionalitas” dalam kerangka ilmiah untuk menggerakkan perspektif berpikir masyarakat dunia agar selaras dengan arus kepentingan modal mereka.
Persekutuan Rockefeller-Morgan adalah sponsor utama Michael Bloomberg (donatur gerakan anti rokok global ke 15 negara, termasuk Indonesia) ketika dia maju bertarung untuk kali ketiga dalam pemilihan walikota New York. Dalam persekutuan Rockefeller-Morgan plus Bloomberg ini tampak kasat mata muslihat ekspansi kapitalisme global yang mengejawantahkan dalam suatu paradoks ganjil, namun sanggup mensinergikan kepentingan korporasi industri farmasi dan tembakau dalam suatu kepentingan nasional Amerika. Tampaknya gabungan ketiganya telah menciptakan sebuah kekuatan ekonomi dan kepentingan yang luar biasa, yang tidak saja sanggup menggerakkan trend dan tujuan ekonomi nasional Amerika, bahkan pada tingkatan global tak luput dikendalikan olehnya.
Nicotine War
Wanda Hamilton
Penerbit
Indonesia Berdikari
ISBN
978-602-99292-2-5
Tahun
2010
Edisi
I
Ukuran
14 x 21cm
Halaman
137
Sinopsis
Beberapa waktu terakhir ini, perdebatan tentang rokok dan tembakau merebak cukup hangat di tengah-tengah masyarakat di negeri ini. Belum sirna keheranan publik terhadap raibnya satu pasal dari Rancangan Undang-Undang Kesehatan, Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Selasa 9 Maret 2010, mengeluarkan fatwa haram terhadap rokok.Sebelumnya, mengikuti jejak Pemda DKI Jakarta, sebagian besar Pemerintah Daerah dengan penuh antusias mengeluarkan Peraturan Daerah (PERDA) tentang larangan dan pembatasan terhadap perokok. Pada saat yang sama Pemerintah juga sedang mempersiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pengamanan Produk Tembakau Sebagai Zat Adiktif Bagi Kesehatan. Rokok dan perokok dipandang sebagai sumber (berbagai) penyakit (sosial) yang perlu diberantas, atau setidaknya perlu dibatasi untuk tidak menyebar kepada orang lain.
Di sisi lain, ratusan ribu petani tembakau dan buruh pabrik rokok melakukan unjuk-rasa menolak RPP dan semua peraturan tentang pembatasan produk tembakau. Para buruh dan petani ini menunjukkan dengan jelas besarnya sumbangan tembakau dan produk tembakau dalam perekonomian rakyat, bahkan bagi penerimaan pemerintah. Penerimaan pemerintah dari cukai rokok, bahkan jauh melampaui pajak dari sejumlah perusahaan pertambangan terbesar di republik ini. Dalam situasi krisis ekonomi yang paling parah sekalipun, seperti yang terjadi pada 1998, usaha rokok dan produk tembakau lainnya tetap tidak terpengaruh -- kalau tidak bisa dikatakan sebagai satu-satunya sumber ekonomi yang paling stabil.
Perdebatan, pro dan kontra, terhadap rokok dan produk tembakau, ternyata bukan cuma terjadi di Indonesia. Di Amerika dan Eropa, perdebatan ini bahkan sudah menghangat sejak dekade 1960-an. Bukan rahasia lagi, perdebatan soal rokok dan produk tembakau sejatinya bukanlah sebatas wacana moral tentang dosa dan bukan dosa, bukan juga sekedar argumentasi teknis medis yang bebas nilai tentang sehat dan tidak sehat, tapi sudah berada pada ranah persaingan memperebutkan pasar bagi produk korporasi.
Opini Akademik
Ahmad Erani Yustika, dkk.
Penerbit
Serikat Kerakyatan Indonesia dan Center For Law Andorder Studies
ISBN
-
Tahun
2013
Edisi
September, 2013
Ukuran
16 x 23 cm
Halaman
175
Sinopsis
Penilaian sejumlah kalangan, terhadap indikasi penyimpangan antara PP No. 109 Tahun 2012 dengan UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengamanatkannya, yaitu dalam konsideran “Menimbang” disebutkan “bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 116 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif Berupa Tembakau Bagi Kesehatan”. Terdapat perbedaan nomenklatur, dimana PP ini diberi judul “Pengamanan Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan”, sementara Pasal 116 UU Kesehatan menyatakan “...Pengamanan Bahan yang mengandung zat adiktif…”. Judul PP tersebut sangat tendesius, karena hanya mengatur Pengamanan Zat Adiktif dalam Produk Tembakau. Dengan kata lain, zat adiktif tidak hanya terkandung dalam produk tembakau, tetapi dimungkinkan terdapat dalam produk yang lain.
Perempuan Berbicara Kretek
Abmi Handayani, dkk.
Penerbit
Indonesia Berdikari
ISBN
978-602-92992-1-8
Tahun
2012
Edisi
Cetakan pertama, 2012
Ukuran
16 x 23 cm
Halaman
330
Sinopsis
Belakangan, nalar konservatisme kuat mengelayuti kampanye anti rokok, dengan berbagai cara selalu saja disposisi kaum perempuan didudukkan sebagai “korban”. Bahkan, ada upaya-upaya stigmatisasi moral terhadap kaum perempuan merokok. Padahal dalam aspek ketenagakerjaan, sektor industri kretek menyerap tenaga kerja sangat besar. Dari data ILO (2003) ada 10 juta tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya, dan ini sebagian besar adalah kaum perempuan. Di tengah-tengah gejala de-industrrialisasi dan sunset Industry angka 10 juta bukanlah angka kecil. Buku yang berjudul “Perempuan Berbicara Kretek”, yang ditulis oleh para penulis perempuan ini hadir berusaha membuka banyak dimensi perihal korelasi dunia kaum perempuan dengan kretek. Isi buku ini jelas mengemban perspektif dan nilai-nilai kaum perempuan itu sendiri, lebih jauh juga memaparkan ragam informasi dunia kaum perempuan berkaitan dnegan produk kretek, baik itu aspek historis maupun antropologis. (Dita Indah Sari - Aktivis Perempuan dan Perburuan)
Kehadiran perempuan sering ada dan tiada karena tiadanya suara mereka. Isu perempuan dan rokok (kretek), mengundang perdebatan dan kesalahpahaman karena tiadanya kesaksian dari perempuan sendiri. Buku ini menyuarakan seura emansipatoris dari subyek untuk melawan beragam stigma, mitos penindasan berlapis terhadap perempuan. Suara perempuan dalam isu kretek merupakan penegasan sikap yang berjangkar pada klaim kedaulatan serta keberpihakan kepentingan bangsa. Para perempuan nasionalis harus secara konsisten bersuara dan melawan praktik penindasan neoliberalisme sekaligus alam pikir feodal yang patriarkhi. (Eva Kusuma Sundari - Aktivis Perempuan dan Anggota DPR RI F-PDI Perjuangan)
Dalam Khazanah kebudayaan manapun yang menjunjung tinggi harkat manusia, perempuan selalu mendapatkan tempat yang mulia. Dikenal dalam literatur sejarah kita, tembakau adalah lambang pembebasan perempuan, sadar menentukan pilihan pendamping hidupnya. Sultan Agung sebagai penerus kekuasaan kerajaan Islam di Jawa juga memberikan hak hidup semestinya kepada kaum perempuan. Sekarang ketika kedaulatan atas hak penghidupan kita dicabik-cabik pantaskah para perempuan diam saja? Melalui buku ini dapat kita lihat, bagaimana para perempuan berbicara tentang kretek dan apa yang dialaminya dari kata hati seorang perempuan. (Sarinandhe Djibran - Bendahara Umum DPP Partai Bulan Bintang dan Notaris-PPAT)
Tembakau atau Mati
Wisnu Brata
Penerbit
Indonesia Berdikari
ISBN
978-602-99292-5-6
Tahun
2012
Edisi
I
Ukuran
18,5 x 26,5 cm
Halaman
146
Sinopsis
Tembakau itu luar biasa pentingnya: bagi saya, keluarga saya, dan keluarga-keluarga lain di banyak desa di Temanggung. Untuk segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan yang memerlukan dana cukup, orang tua selalu menyebut mbakon, panen tembakau. Tembakau, tembakau, dan tembakau. Dan, menurut pikiran saya, orang-orang tua lain pasti juga begitu. Setiap ada hajatan, pasti tembakau solusinya. Kami--anak-anak di Temanggung--besar dan dibesarkan bersama tembakau, bisa sekolah oleh tembakau, mampu kuliah berkat tembakau, dan melakukan sekaligus menyandarkan aktivitas, memenuhi kebutuhan, baik yang primer, sekunder, bahkan yang tersier sekalipun, oleh tembakau.
Tembakau adalah karunia yang diberikan Allah kepada kami, para petani di Temanggung dari dulu--dan, tampaknya hingga hari ini dan hari-hari yang akan datang. Tak heran, tembakau mempengaruhi kehidupan kami, mulai tingkat paling umum hingga paling renik. Inilah buku tentang tembakau. Bukan dari perspektif politisi, pakar eknomi, atau budayawan. Melainkan perspektif yang tampaknya sering terlupa untuk disajikan: perspektif petani tembakau itu sendiri.
Petani yang menggantungkan nasib pada tembakau, yang meletakkan urusan hidup-matinya pada tembakau, dan yang pada akhirnya mau tak mau harus bertempur, demi kelangsungan pertanian tembakau.
Sejak tahun 1950-an, berbagai negara maju telah memulai program Common Agricultural Policy (CAP), sebagai kerangka kebijakan untuk memproteksi sektor pertanian mereka, termasuk pertanian tembakau. Pemerintah Uni Eropa, cukup serius memperhatikan industri tembakau, bahkan saat gencarnya kampanye anti rokok. Subsidi dan kebijakan yang berpihak pada petani direalisasikan. Pemerintah Amerika Serikat juga demikian. Mendukung kemajuan industri tembakau, melindungi industri dalam negeri secara maksimal, bahkan sangat ketat dalam kebijakan pemerintah terhadap produk tembakau impor. Pemerintah China, apalagi. Mereka sangat progresif dan ambisius dalam memajukan bisnis tembakau. Industri emas hijau pun terbukti membawa keuntungan sangat besar bagi pemerintah dan rakyat China.
Di pasar global, pasar rokok di dunia sejak lama telah terkonsentrasi pada empat perusahaan besar, yaitu Altria/Philip Morris, British American Tobacco, Japan Tobacco International, dan Imperial Tobacco. Pasar tembakau global bernilai sekitar US$ 378 miliar. Pada tahun 2012 nilai pasar tembakau global diproyeksikan meningkat hingga US$ 464,4 miliar. Jika diandalkan sebagai negara, maka pasar tembakau menempati urutan ke-23 dalam produk domestik bruto (PDB) dunia, jauh melampaui Norwegia dan Arab Saudi.
Dengan besarnya pertumbuhan pasar tembakau ini, perusahaan-perusahaan rokok multinasional besar terus mengembangkan gurita modalnya ke berbagai belahan dunia. Tak ketinggalan, industri farmasi yang juga mendapatkan keuntungan dari diplomasi publik internasional untuk menegakkan kampanye anti rokok. Perang dagang di sekitar bisnis tembakau dan rokok ini kemudian memuat ekonomi rokok tak sesederhana persoalan kesehatan.
Lantas bagaimana langkah pemerintah Indonesia untuk menghadapi konstelasi global perekonomian tembakau? Alih-alih memberikan proteksi bagi petani tembakau, subsidi pupuk untuk semua jenis pertanian pun semakin berkurang. posisi pemerintah yang lemah ini berpengaruh pada tingkat kesejahteraan rakyat, dan kendali atas rezim internasinal yang pasti akan menggerus sosio-ekonomi rakyat. Cepat atau lambat.
Tipuan Bloomberg
A. Zulvan Kurniawan
Penerbit
Indonesia Berdikari
ISBN
978-602-99292-2-5
Tahun
2012
Edisi
I
Ukuran
16 x 23 cm
Halaman
202
Sinopsis
Barangkali, sebagian orang di antara kita yang dibesarkan dalam suatu keyakinan bahwa kapitalisme adalah sinonim dengan pasar bebas dan demokrasi akan terkejut, ketika tahu bahwa apa yang disebut globalisasi pasar bebas sebenarnya telah direncanakan secara terpusat oleh sindikasi korporasi global yang besarnya melebihi ukuran banyak negara. Konsolidasi modal melalui merger (penggabungan) dan akuisisi (pencaplokan) serta aliansi strategis antar perusahaan besar dunia membuat kendali pasar dunia jatuh ke tangan segelintir konglomerasi global. Implikasinya sistem politik global pun jelas tidak ‘suci’ dari rekayasa sosial yang jauh hari telah dirancang oleh kepentingan korporasi global, ditambah hegemoni “rezim pengetahuan” ikut berperan besar dalam memuluskan jalan kepentingannya.
Kita semua akan tambah terkejut ketika tahu, gerakan anti tembakau global senyatanya adalah muslihat kapitalisme global melalui persekutuan dua korporasi besar, yakni Rockefeller-Morgan. Kedua antitas konglomerasi bisnis ini telah mengonsolidasikan kendali industri perekonomian nasional Amerika secara umum, yakni dengan mengeliminasi potensi konflik kepentingan dan kompetisi pasar yang merugikan satu sama lain lewat pembentukan sebuah sindikasi korporasi. Sementara Johny Hopkins University dan lembaga akademis lainnya, yang menjadi mitra sindikasi Rockefeller-Morgan, berperan sebagai otoritas yang “mengendalikan rasionalitas” dalam kerangka ilmiah untuk menggerakkan perspektif berpikir masyarakat dunia agar selaras dengan arus kepentingan modal mereka.
Persekutuan Rockefeller-Morgan adalah sponsor utama Michael Bloomberg (donatur gerakan anti rokok global ke 15 negara, termasuk Indonesia) ketika dia maju bertarung untuk kali ketiga dalam pemilihan walikota New York. Dalam persekutuan Rockefeller-Morgan plus Bloomberg ini tampak kasat mata muslihat ekspansi kapitalisme global yang mengejawantahkan dalam suatu paradoks ganjil, namun sanggup mensinergikan kepentingan korporasi industri farmasi dan tembakau dalam suatu kepentingan nasional Amerika. Tampaknya gabungan ketiganya telah menciptakan sebuah kekuatan ekonomi dan kepentingan yang luar biasa, yang tidak saja sanggup menggerakkan trend dan tujuan ekonomi nasional Amerika, bahkan pada tingkatan global tak luput dikendalikan olehnya.